Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karhutla Jelang Puncak Kemarau, Padamkan atau Meluas...

Kompas.com - 22/08/2019, 08:42 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Puncak akhir musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada September 2019.

Pemerintah dan lembaga terkait perlu bersinergi dalam menekan titik api yang akan muncul sepanjang musim kemarau guna mencegah adanya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan, pemerintah berkomitmen mencegah titik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga puncak musim kemarau tersebut.

"BMKG sudah memberikan peringatan bahwa puncak kemarau Agustus dan September 2019. Nah, kita lihat titik api juga fluktuatif. Artinya kita butuh keseriusan bersama menekan titik api sepanjang musim kemarau," ujar Wiranto dalam rapat koordinasi khusus tingkat menteri di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).

Hadir dalam rapat tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.

Baca juga: Puncak Kemarau September, Wiranto Ajak Menteri Terkait Serius Tangani Karhutla

Kepala BNPB, Doni Monardo, menambahkan, seluruh pihak yang bertanggung jawab dalam penanganan karhutla mesti bekerja bersama menekan peningkatan karhutla.

Sanksi yang tegas terhadap korporasi maupun individu yang sengaja membakar lahan juga diperlukan.

"Kita dorong korporasi atau masyarakat yang lahannya punya titik api dan sudah diperingatkan pemerintah, mohon segera melaksanakan peringatan itu. Kita juga harapkan ada sanksi tegas kepada pihak yang sengaja membakar lahan, bahkan mencabut izin kepemilikan lahannya," tutur Doni.

135.747 Hektare Terbakar

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepanjang Januari 2019 hingga Juli 2019, ada 135.747 hektar hutan dan lahan yang terbakar.

Seorang bocah beursaha memadamkan kebakaran lahan dengan alat seadanya di Desa Kayu Arehh, Kertapati Palembang, Sumatera Selatan, Minggu, (18/8/2019). Sebanyak enam helikopter  water boombing dan 1.512 orang personel gabungan dari TNI, Polri, Manggala Agni, BPBD dan Sat Pol PP dikerahkan untung melakukan pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Sumatera Selatan. ANTARA FOTO / Mushaful Imam/Lmo/hp.Mushaful Imam Seorang bocah beursaha memadamkan kebakaran lahan dengan alat seadanya di Desa Kayu Arehh, Kertapati Palembang, Sumatera Selatan, Minggu, (18/8/2019). Sebanyak enam helikopter water boombing dan 1.512 orang personel gabungan dari TNI, Polri, Manggala Agni, BPBD dan Sat Pol PP dikerahkan untung melakukan pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Sumatera Selatan. ANTARA FOTO / Mushaful Imam/Lmo/hp.
Jumlah luas hutan dan lahan yang terbakar itu diketahui berdasarkan pengamatan citra Landsat 8 Operational Land Imager dan pemantauan lapangan.

Baca juga: Pemadaman Karhutla di Ketapang Terkendala Tanah Gambut dan Sumber Air

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi lokasi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan terluas yakni 71.712 hektar.

Berikutnya, tiga provinsi lain, yaitu Riau, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Riau seluas 30.065, Kalimantan Selatan 4.670 hektar, dan Kalimantan Timur 4.430 hektar.

Pihak KLHK pun sudah mengirim surat peringatan kepada 110 perusahaan yang lahannya terindikasi terjadi kebakaran.

Sebanyak 110 perusahaan itu terdiri dari, 48 perusahaan di Kalimantan Barat, 7 perusahaan di Kalimantan Tengah, 5 perusahaan di Kalimantan Timur dan 2 perusahaan di Kalimantan Utara.

Kemudian 32 perusahaan di Riau, 3 perusahaan di Kepulauan Bangka Belitung, 2 perusahaan di Aceh, 2 perusahaan di Lampung, 2 perusahaan di Sumatera Selatan dan 4 perusahaan yang masing-masing berada di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Jambi.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com