Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bentuk Tim Hukum Nasional Kaji Ucapan Tokoh, Pemerintah Dinilai Panik

Kompas.com - 07/05/2019, 20:45 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik rencana pemerintah membentuk tim hukum nasional guna memantau ucapan dan tindakan tokoh pasca pemilu 2019.

Koordinator KontraS Yati Andriyani menilai rencana yang diinisiasi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto itu hanya menggambarkan sebuah kepanikan dari pemerintah.

"Ada kepanikan dan kekhawatiran sosial politik yang muncul pasca pemilu," kata Yati saat dihubungi, Selasa (7/5/2019).

Yati melihat rencana itu sebagai sesuatu yang berlebihan. Ia juga menilai rencana itu hanya menggambarkan ketidakpercayaan pemerintah terhadap mekanisme hukum yang berlaku.

Baca juga: Pemerintah Bentuk Tim Hukum Nasional Sikapi Aksi Meresahkan Pascapemilu

Seharusnya, kata Yati, jika ada tokoh yang dianggap melanggar hukum, maka aparat kepolisian bisa langsung memproses dengan menggunakan berbagai aturan perundang-undangan yang telah tersedia.

Rencana itu sangat berlebihan dan justru menyiratkan ada ketidakpercayaan pemerintah terhadap institusi dan mekanisme penegakkan hukum yang ada," kata dia.

Yati juga menilai status dan tujuan pembentukan tim terkesan sangat subjektif karena status Joko Widodo sebagai capres petahana. Menurut dia, tidak ada jaminan bahwa tim hukum nasional tersebut akan berlaku adil dalam menindak segala bentuk ucapan dan tindakan pelanggaran hukum pasca pemilu.

Baca juga: Tim Hukum Nasional Dibentuk, JK Anggap Banyak Cercaan yang Sudah Melanggar Hukum

"Subjektivitas tim pemerintah akan rentan dan bisa melahirkan pembungkaman kebebasan berekspresi," kata dia.

Menko Polhukam Wiranto sebelumnya menyatakan pemerintah membentuk tim hukum nasional yang khusus mengkaji berbagai aksi meresahkan pasca-pemilu.

Wiranto mengatakan, pasca-pemilu banyak bermunculan tindakan yang telah melanggar hukum.

Oleh karena itu, pemerintah membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji langkah apa yang akan diambil terkait tindakan yang dinilai melanggar hukum itu.

Baca juga: Wiranto: Ada Tokoh di Luar Negeri, Setiap Hari Ngompori dan Menghasut Masyarakat

"Hasil rapat salah satunya adalah kami (pemerintah) membentuk tim hukum. Nasional. Yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia. Yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," ujar Wiranto usai memimpin rapat tentang keamanan pasca-pemilu di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Wiranto mengatakan, tim tersebut terdiri dari para pakar hukum, praktisi hukum, dan para akademisi yang kompeten.

Wiranto telah mengundang mereka untuk membicarakan tindakan-tindakan meresahkan pasca-pemilu yang dinilainya sudah masuk dalam kategori pelanggaran hukum.

Ia menyatakan, para pakar dan akademisi yang diundang juga menyetujui bahwa ada banyak tindakan meresahkan pasca-pemilu yang masuk dalam kategori pelanggaran hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com