Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surati KPU soal OSO, Istana Dinilai Tak Cermat

Kompas.com - 05/04/2019, 13:12 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Istana Kepresidenan menyurati Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal Oesman Sapta Odang (OSO) dinilai kurang tepat.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari, pihak Istana kurang komprehensif dalam membaca persoalan pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

"Saya melihat istana kurang cermat membaca persoalan ini," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/4/2019).

Baca juga: KPU Nilai Surat Istana soal OSO Bukan Bentuk Intervensi Presiden

Putusan PTUN Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT memang membatalkan surat keputusan (SK) KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tak memuat nama OSO. Putusan PTUN juga meminta KPU memasukan nama OSO ke DCT.

Tetapi, pihak Istana seolah lupa bahwa ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Ferry AmsyariFabian Januarius Kuwado Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Ferry Amsyari

Putusan MK bersifat final dan mengikat. Putusan MK juga menerjemahkan maksud dari undang-undang.

Baca juga: KPU Pastikan Tak Ada Nama OSO di Surat Suara Calon DPD

Sedangkan putusan PTUN menerjemahkan maksud dari kebijakan.

"Kebijakan nggak boleh lebih tinggi dari UU, sehingga semestinya Istana membaca ini secara utuh," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

Selain menyoal tentang putusan PTUN, seharusnya pihak Istana punya pertimbangan lain berupa putusan MK.

Baca juga: Tolak Diintervensi soal OSO, KPU Tegaskan Bukan Anak Buah Presiden Jokowi

Sebab, seluruh orang hatus taat dan patuh putusan MK karena itu makna dari segala undang-undang.

"Maka seharusnya dia (Istana) menerjemahkan berbeda. Bahwa putusan PTUN ini karena ada putusan MK dapat untuk tidak dilaksanakan oleh KPU," kata Feri.

Istana Kepresidenan mengirimkan surat kepada KPU meminta agar OSO bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD periode 2019-2024.

Baca juga: Jokowi Kirim Surat agar OSO Disahkan Jadi Caleg DPD, KPU Menolak

Surat yang diteken oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno tersebut sudah dikirim sejak 22 Maret lalu, namun baru beredar pada Kamis (4/4/2019).

KPU tetap pada keputusannya, menolak untuk memasukan nama OSO ke DCT.

Lembaga penyelenggara pemilu itu mengaku berpegang pada putusan MK nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.

Kompas TV Pendukung Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) berunjuk rasa di depan kantor KPU, Jakarta Pusat. Dalam unjuk rasa yang mereka namakan Aksi Bela OSO ini, mereka meminta KPU meloloskan OSO dalam daftar calon tetap DPD RI. Lalu bagaimana nasib pencalonan OSO sebagai caleg DPD setelah KPU tak memasukkannya dalam daftar calon tetap caleg DPD? Bagaimana pula sikap Partai Hanura yang menaungi OSO? Simak pembahasannya bersama Ketua DPP Partai Hanura Dodi Abdul Kadir dan Pakar Hukum Tata Negara Profesor Juanda berikut ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com