Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/04/2019, 09:44 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, surat dari Istana Kepresidenan yang meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal Oesman Sapta Odang (OSO) bukan bentuk intervensi.

"Enggak (ada intervensi), karena ketua PTUN juga mengirmkan surat serupa ke KPU," kata Hasyim di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019).

Baca juga: KPU Pastikan Tak Ada Nama OSO di Surat Suara Calon DPD

Dalam surat tersebut Istana hanya meneruskan putusan PTUN yang meminta KPU membatalkan surat keputusan (SK) KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tak memuat nama OSO.

Hasyim menilai surat dari Istana tak memuat arahan, melainkan hanya menyampaikan informasi.

"Bukan (arahan), beliau ibaratnya menyampaikan informasi dari ketua PTUN Jakarta," sambungnya.

Baca juga: Tolak Diintervensi soal OSO, KPU Tegaskan Bukan Anak Buah Presiden Jokowi

Menurut Hasyim, surat dari Istana dapat sampai ke KPU melalui beberapa proses.

Awalnya, Ketua PTUN mengirim surat kepada Presiden, menyampaikan putusannya yang tertuang dalam surat Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.

Ketua PTUN juga menyampaikan sikap KPU yang menolak menjalankan putusan mereka.

Kepada Presiden, Ketua PTUN meminta supaya menyampaikan permintaan PTUN kepada KPU.

Baca juga: Jokowi Kirim Surat agar OSO Disahkan Jadi Caleg DPD, KPU Menolak

Lantas, atas nama Presiden, melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Istana mengirim surat.

"Dan sudah dijawab (KPU). Kami sampaikan dalam hal situasi ini, perkara ini ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan seperti ini," ujar Hasyim.

KPU berpegang pada putusan MK nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.

Baca juga: Hamdan Zoelva: Calon Anggota DPD Ilegal jika KPU Tak Jalankan Putusan PTUN soal OSO

Hasyim mengatakan, jika tak menjalankan putusan MK itu, KPU bisa disebut melakukan pembangkangan terhadap konstitusi.

Istana Kepresidenan mengirimkan surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta agar Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) periode 2019-2024.

Surat yang diteken oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno tersebut sudah dikirim sejak 22 Maret lalu, namun baru beredar pada Kamis (4/4/2019).

Baca juga: Ketua KPU Minta DKPP Tolak Seluruh Gugatan OSO soal Pelanggaran Etik

Dalam surat itu, Pratikno yang mengaku diperintah Presiden Joko Widodo meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.

Putusan PTUN itu membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

"Sehubungan dengan hal tersebut, dan berdasarkan arahan Bapak Presiden, maka kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimaksud beserta copy Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Saudara untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pratikno dalam suratnya.

Kompas TV Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) tidak juga menyerahkan surat mundur dari kepengurusan partai hingga batas waktu yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni hingga Selasa (22/1) pukul 24.00 WIB. Dengan demikian, KPU tidak akan memasukkan OSO ke dalam daftar calon tetap Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sebelumnya, KPU memutuskan tetap tidak meloloskan OSO dalam pencalonan anggota legislative DPD. Meski OSO sudah memenangi gugatan PTUN dan Bawaslu, KPU masih merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pengurus parpol untuk maju sebagai caleg DPD.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Sambangi PBNU, Polri Ajak Kawal Pemilu Damai

Sambangi PBNU, Polri Ajak Kawal Pemilu Damai

Nasional
KSAD Maruli Jamin TNI AD Bakal Netral di Pemilu 2024

KSAD Maruli Jamin TNI AD Bakal Netral di Pemilu 2024

Nasional
MK Tolak 'Gugatan Ulang' Usia Capres-cawapres, Pelapor Khawatir Kasus Anwar Usman Berulang

MK Tolak "Gugatan Ulang" Usia Capres-cawapres, Pelapor Khawatir Kasus Anwar Usman Berulang

Nasional
Kaesang Tanya 'Apakah Ada Orang Ditangkap karena Hina Presiden', Dijawab Sopir 'Ditangkap'

Kaesang Tanya "Apakah Ada Orang Ditangkap karena Hina Presiden", Dijawab Sopir "Ditangkap"

Nasional
Geledah Rumah Tersangka Dugaan Suap Wamenkumham, KPK Sita Dokumen

Geledah Rumah Tersangka Dugaan Suap Wamenkumham, KPK Sita Dokumen

Nasional
Jubir TKN Prabowo-Gibran: Kami Tak Akan Balas Fitnah dengan Fitnah, Fokus Perkenalkan Paslon

Jubir TKN Prabowo-Gibran: Kami Tak Akan Balas Fitnah dengan Fitnah, Fokus Perkenalkan Paslon

Nasional
KPU: Debat Capres-cawapres Digelar 12 dan 22 Desember 2023, 7 dan 14 Januari, serta 4 Februari 2024

KPU: Debat Capres-cawapres Digelar 12 dan 22 Desember 2023, 7 dan 14 Januari, serta 4 Februari 2024

Nasional
Menkes Sebut Wabah Pneumonia di China Bukan Virus Baru, Beda dengan Covid-19

Menkes Sebut Wabah Pneumonia di China Bukan Virus Baru, Beda dengan Covid-19

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Bulan Desember 2023

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Bulan Desember 2023

Nasional
Antam Ikut Kegiatan Penanaman Pohon bersama Presiden Jokowi di Hutan Kota Jaktim

Antam Ikut Kegiatan Penanaman Pohon bersama Presiden Jokowi di Hutan Kota Jaktim

Nasional
Kaesang Tanggapi Megawati soal Penguasa Orde Baru: Menghina Presiden Ditangkap Enggak?

Kaesang Tanggapi Megawati soal Penguasa Orde Baru: Menghina Presiden Ditangkap Enggak?

Nasional
Dugaan Kebocoran Data Pemilih Dikhawatirkan Bisa Ubah Hasil Rekapitulasi Suara

Dugaan Kebocoran Data Pemilih Dikhawatirkan Bisa Ubah Hasil Rekapitulasi Suara

Nasional
Mahfud Sebut Pemerintah Tak Pernah Biarkan Pihak yang Ganggu Ibadah Orang Lain

Mahfud Sebut Pemerintah Tak Pernah Biarkan Pihak yang Ganggu Ibadah Orang Lain

Nasional
Anggaran Belanja Alutsista dari Pinjaman Luar Negeri Naik, Mahfud: Pasti Sudah Dihitung

Anggaran Belanja Alutsista dari Pinjaman Luar Negeri Naik, Mahfud: Pasti Sudah Dihitung

Nasional
MK: Syarat Usia Capres-Cawapres Masih Bisa Diubah, tapi Berlaku Pemilu 2029

MK: Syarat Usia Capres-Cawapres Masih Bisa Diubah, tapi Berlaku Pemilu 2029

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com