JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta Majelis Hakim Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menolak seluruh gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan KPU.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Arief Budiman dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik dengan terlapor KPU dan Bawaslu.
OSO melaporkan kedua lembaga ini terkait polemik pencalonannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"KPU meminta DKPP menolak seluruh gugatan yang disampaikan oleh pengadu," kata Arief dalam sidang yang digelar di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2019).
Baca juga: 203 Caleg DPD Serahkan Pernyataan Mundur dari Parpol, Hanya OSO yang Tak Mau
Arief menegaskan, keputusan pihaknya tak masukan nama OSO dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPD lantaran KPU berpegang pada putusan Mahkamah Konsitusi (MK).
Menurut putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, pengurus partai politik dilarang rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Arief mengatakan, putusan MK setara dengan konstitusi. Oleh karenanya, pihaknya lebih memilih mematuhi putusan MK.
"Putusan MK setara undang-undang, MK berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945, maka putusan berlaku dan mengikat publik sejak dibacakannya putusan. Maka, siapapun, termasuk pengadu, wajib tunduk pada putusan MK," tutur Arief.
Baca juga: OSO Tak Mau Mundur dari Hanura, KPU Putuskan Tak Masukkan Namanya ke DCT
Arief menilai, OSO melakukan pembangkangan terhadap putusan MK jika tetap ingin maju sebagai caleg DPD, sementara dirinya enggan mundur dari pengurus parpol.
Namun, yang terjadi adalah OSO tak pernah menyerahkan surat pengunduran diri dan justru terkesan mengabaikan putusan MK.
"Yang bersangkutan tak pernah menyerahkan surat pengunduran dan berkesan mengabaikan, dengan tidak menyerahkan surat pengunduran diri kepada KPU. Fakta menunjukkan terdapat 222 caleg lain, yang mau menyerahkan surat pengunduran diri dan dinyatakan sah sebagai caleg," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: KPU Korban Putusan Hukum yang Bertabrakan Terkait Kasus OSO
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelumnya mengeluarkan putusan atas gugatan yang dilayangkan OSO.
Putusan tersebut memerintahkan KPU mencabut SK DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO.
Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Bawaslu juga memerintahkan KPU untuk memasukkan OSO dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019.
Alih-alih memasukan nama OSO ke DCT, KPU meminta yang bersangkutan mundur dari Ketua Umum Partai Hanura sebagai syarat pencalonan anggota DPD.
Namun, hingga batas waktu yang diberikan, yaitu Selasa (22/1/2019), OSO tak serahkan surat pengunduran diri tersebut.
Hingga saat ini, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.