Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Novel Baswedan Bandingkan Kasusnya dengan Khashoggi

Kompas.com - 15/01/2019, 07:35 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Novel Baswedan, Haris Azhar, membandingkan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu dengan kasus pembunuhan Jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.

"Saya selalu pake kasus (Jamal) Khasoggi sebagai perbandingan," kata Haris saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).

Baca juga: Hampir Dua Tahun Kasus Teror ke Novel Baswedan Tak Tuntas, Ini Lini Masanya

Khashoggi dibunuh pada 2 Oktober di Konsulat Saudi di Istanbul saat mengurus dokumen pernikahan dengan tunangannya, Hatice Cengiz.

Khashoggi, yang notabene mantan penasihat pemerintah, melarikan diri dari Saudi dan tinggal di Amerika Serikat (AS) sejak September 2017.

Dalam ulasannya di The Post, jurnalis berusia 60 tahun itu acap mengkritik kebijakan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS).

Baca juga: Polisi Tegaskan Tim Gabungan Kasus Novel Baswedan Tak Terkait Politik

Haris menjelaskan, selama kasus tersebut bergulir, para elit negara menjadi tokoh yang memberikan komentar, seperti Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Begitu pula dari pihak Arab Saudi, para petinggi kerajaan turut memberikan tanggapannya, seperti Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran MBS.

Haris menilai, tindakan seperti itu menunjukkan keseriusan pemerintah menyelesaikan kasus tersebut.

Baca juga: Hidayat Nur Wahid Ingatkan Tim Gabungan Jangan Cari Kambing Hitam dalam Kasus Novel

"Jadi memang abstraksinya enggak bisa di level polisi. Memang apakah itu polisi enggak kerja di Turki? Enggak, kerja juga. Tapi ada back up politik untuk menunjukkan keseriusan penangan kasus tersebut," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia pun berharap penanganan kasus Novel berjalan seperti itu dan Presiden Joko Widodo dapat lebih aktif menuntaskan kasus tersebut.

Kompas TV Presiden Joko Widodo menyangkal anggapan pembentukan tim gabungan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan sebagai kepentingan jelang debat calon presiden. Presiden menjelaskan tim gabungan kasus Novel berdasar rekomendasi Komnas HAM, 21 Desember lalu. Tim kemudian dibentuk berdasar surat tugas yang ditandatangani Kapolri, 8 Januari lalu. Penjelasan ini disampaikan presiden untuk menjawab keraguan sejumlah pihak. Salah satunya LSM Kontras yang menilai pembentukan tim gabungan kasus Novel berjumlah 65 orang untuk kepentingan debat capres pertama bertemakan hokum, HAM, korupsi dan terorisme.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com