JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menegaskan, langkah Polri membentuk tim gabungan penyelidikan kasus Novel Baswedan bukanlah instruksinya.
Langkah itu diambil berdasarkan rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Itu kan rekomendasi ya, bukan dari kita lho. Itu rekomendasi dari Komnas HAM yang keluar 21 Desember," kata Jokowi kepada wartawan di kantor BKPM, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Baca juga: KPK Harap Tim Gabungan Kasus Novel Baswedan Mampu Buktikan Kinerjanya
Hal ini disampaikan Jokowi menanggapi anggapan bahwa pembentukan tim gabungan kasus Novel itu menjelang pelaksanaan debat pertama Pilpres 2019 yang akan membahas mengenai masalah HAM.
Calon presiden nomor urut 01 ini menegaskan, pembentukan tim gabungan tak ada kaitannya dengan politik.
"Itu rekomendasi dari Komnas HAM. Hati-hati. Rekomendasi dari Komnas HAM kepada Polri agar dibentuk tim investigasi atau tim gabungan, agar masalah itu selesai," kata dia.
Baca juga: Polisi Bantah Pembentukan Tim Gabungan Novel Baswedan Terkait Politik
Menurut Jokowi, ia sebagai Kepala Negara akan turut mengawasi kerja tim tersebut agar pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK itu segera ditemukan.
Surat tugas pembentukan tim gabungan dikeluarkan pada 8 Januari 2019 dan ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Tim gabungan akan bekerja selama enam bulan terhitung mulai 8 Januari 2019 sampai dengan 7 Juli 2019.
Dari salinan surat tugas dengan nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 yang diterima Kompas.com, tim gabungan terdiri dari 65 orang. Sebanyak 53 orang berasal dari Polri, dua orang pakar, satu akademisi, satu orang dari unsur organisasi masyarakat sipil, satu orang Komisioner Kompolnas, dua orang mantan Komisioner Komnas HAM, dan lima orang dari unsur KPK.
Baca juga: TKN Jokowi Tegaskan Tak Ada Kepentingan Politik di Tim Gabungan Kasus Novel Baswedan
Namun, pembentukan tim gabungan justru menuai kritik dari elemen masyarakat sipil. Kritik datang dari Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani.
Ia menilai, pembentukan tim gabungan sarat dengan kepentingan politik karena tim tersebut dibentuk menjelang debat capres pada 17 Januari 2019.
Sementara, desakan dari masyarakat sipil untuk membentuk tim gabungan pencari fakta yang independen sudah sejak lama digaungkan.
"Pembentukan tim gabungan terkesan hanya untuk menyiapkan jawaban saat debat capres," ujar Yati saat ditemui di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (11/1/2019).