Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ELSAM Ingatkan Kerentanan Eksploitasi Data Pemilih

Kompas.com - 21/12/2018, 19:24 WIB
Devina Halim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengingatkan, data pemilih pada Pemilu 2019 rentan dieksploitasi.

Kerentanan ini karena ada dua faktor penyebab. Pertama, kata Wahyudi, karena jumlah pengguna internet dan media sosial yang mendekati jumlah pemilih pada Pemilu 2019.

Menurut dia, dengan besarnya pengguna yang berselancar, dunia maya menjadi sasaran empuk untuk melakukan penambangan data sehingga berpotensi digunakan untuk berbagai kepentingan.

"Kalau kita melihat bagaimana pemerintah mengatur data kita, besar sekali potensi itu," ujar Wahyudi seusai diskusi "Eksploitasi Data Pribadi Pemilih dalam Pemilu Mengancam Demokrasi", di Kedai Tjikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/12/2018).

Baca juga: Penjelasan KPU soal 31 Juta Data Pemilih Siluman

Selain itu, ia menyoroti proteksi terhadap data pemilih yang masih belum jelas karena aturan terkait perlindungan data tersebut saling tumpang tindih.Wah

Wahyudi mencontohkan, somasi yang dilayangkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra DKI Jakarta terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI.

Sengketa tersebut terkait permintaan Gerindra DKI Jakarta kepada KPU untuk membuka tanda bintang dalam Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK) daftar pemilih Pemilu 2019.

Menurut dia, hal itu menggambarkan adanya tumpang tindih antara Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, UU tentang Administrasi Kependudukan, dan UU ITE.

Selain itu, UU Perlindungan Data Pribadi juga belum selesai sehingga tidak ada aturan terkait kualifikasi data hingga siapa yang berhak mengontrol dan memproses data.

Baca juga: KPU Temukan 6,2 Juta Data Pemilih Belum Masuk DPT Pemilu 2019

Faktor lain yang meningkatkan kerentanan adalah belum adanya aturan pemilu terkait iklan dan kampanye politik berbasis data atau micro targeting ads.

"Political ads tidak diatur secara spesifik di Indonesia, yang ada kampanye di media sosial, dan itu pun sangat konvensional," kata Wahyudi.

Terakhir, Wahyudi menyebutkan, partai politik dan politisinya memiliki intensi besar untuk menggunakan kampanye berbasis big data.

Sebab, dengan menggunakan metode itu, mereka dapat menargetkan pesan-pesan kampanye tertentu sesuai dengan karakteristik pemilih tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com