Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jusuf Kalla Minta Golkar Tak Tiru Demokrat Bikin Jargon Antikorupsi

Kompas.com - 21/12/2018, 09:59 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, meminta Golkar tak meniru Partai Demokrat dalam membuat jargon antikorupsi di masa kampanye.

Hal itu berkaca pada jargon antikorupsi yang pernah dibangun Demokrat namun justru ketua umumnya waktu itu, Anas Urbaningrum, terlibat kasus korupsi.

Baca juga: Golkar Optmistis Perolehan Suara di NTB Meningkat dengan Masuknya TGB

Karena itu Kalla menilai jargon Golkar Bersih kurang pas karena saat ini mantan Ketua Umum Setya Novanto dan mantan Sekretaris Jenderal Idrus Marham justru terlibat kasus korupsi.

"Ini memang sulit karena kalau kita bicara Golkar antikorupsi, wah mantan ketum dan sekjen ada kendala. Bagaimana caranya kita membenarkan itu. Jadi harus dicari tema yang lain," kata Kalla dalam acara Silaturahim Akhir Tahun Golkar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (20/12/2018) malam.

Baca juga: Gelar Survei Internal, Airlangga Klaim Elektabilitas Golkar 16 Persen

"Jangan nanti contohnya kaya semacam kritik kepada Partai Demokrat, yang mengatakan antikorupsi kemudian yang ngomong itu ada di dalam (penjara). Itu menurunkan suara itu. Jadi bagaimana berbicara itu jangan seperti dialami partai-partai yang lain," lanjut Kalla.

Karena itu, kata Kalla, Golkar membutuhkan jargon baru dalam menghadapi Pemilu 2019 agar dapat diingat dengan baik oleh masyarakat dan dapat membantu mendulang suara.

Baca juga: Airlangga Minta Caleg Golkar Gunakan Teknologi untuk Gaet Pemilih

Ia pun meminta para kader Golkar yang menjadi pejabat negara yang selalu menunjukan kinerja yang bagus di hadapan publik. Menurut dia hal itu bisa menjadi modal bagi Golkar untuk meraih simpati publik.

"Partai itu dilihat di DPR atau dari menterinya, tokohnya. Di sini ada Ketum Golkar yang juga Menteri Perindustrian dan Menteri Sosial Agus (Gumiwang Kartasasmita). Tentu harus memberi contoh," kata Kalla.

"Jadi kalau ke daerah tentu harus sejahtera, tentu juga harus lebih gagah gitu kan supaya mengatakan kalau orang mengatakan, menterinya Golkar, wah pasti cepat kita terima itu (program pemerintah)," lanjut dia.

Kompas TV Partai politik jadi bagian yang tak terpisahkan dari pemilu. Dari parpol ini lah disaring kandidat-kandidat yang bakal ikut pemilu 2019. Kamu tahu nggak sih ada berapa banyak parpol yang ikut pemilu di tahun 2019? Partai politik yang ikut pemilu 2019 ada 20 Partai Politik. Terdiri dari 16 Partai Politik Nasional dan 4 partai politik lokal Aceh. Dari 16 parpol nasional yang ikut bertarung ada 4 partai baru seperti PSI, Partai Berkarya, Partai Garuda dan Perindo. Sementara, 12 lagi adalah Parpol lama seperti PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, Nasdem, PKS, PPP, PAN, Hanura, Demokrat, PBB dan PKPI. Nah, sekarang kamu udah tahu kan, siapa-siapa saja Parpol yang ikut pemilu 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com