JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Ada dua laporan yang dibuat tim OSO ke Bawaslu. Pertama, laporan pelanggaran administrasi. Kedua, laporan pelanggaran pidana pemilu.
Baca juga: OSO Anggap KPU Langgar Hukum bila Cetak Surat Suara Calon DPD Tanpa Namanya
Menurut Kuasa Hukum OSO, Gugum Ridho Putra, sikap tersebut diambil tim OSO karena KPU tidak menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Sementara kita ajukan laporan pelanggaran administrasi dan pidana pemilu ke Bawaslu. Kedua laporannya sudah dimasukkan kemarin tanggal 18 Desember 2018," kata Gugum saat dikonfirmasi, Kamis (20/12/2018).
Putusan PTUN memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Baca juga: Terkait Putusan KPU, OSO Ajukan Sengketa Pemilu ke Bawaslu
Menurut Gugum, seharusnya KPU menjalankan putusan PTUN dengan memasukan OSO ke DCT anggota DPD Pemilu 2019, bukannya meminta yang bersangkutan mundur dari jabatan ketua umum.
"PTUN perintahkan KPU untuk masukan Pak OSO dalam DCT tanpa perlu mundur. Yang kalah di pengadilan itu KPU, yang menang kita, kok malah yang menang disuruh ngalah," ujar dia.
Baca juga: OSO Diminta Terima Putusan soal DCT agar Tak Memberatkan KPU
Gugum menegaskan, pihaknya mematuhi putusan PTUN sehingga OSO tidak akan mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Hanura.
"Kita tetap mematuhi putusan pengadilan (TUN)," tandas dia.
Sebelumnya, KPU meminta OSO untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengus partai politik hingga Jumat (21/12/2018). Hal itu disampaikan KPU melalui surat tertulis.
Baca juga: Yusril Isyaratkan OSO Tak Akan Patuhi KPU
Surat pengunduran diri ini diperlukan untuk syarat pencalonan diri OSO sebagai anggota DPD dalam Pileg 2019.
Jika sampai tanggal yang telah ditentukan OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri, maka KPU tak akan memasukan yang bersangkutan ke dalam DCT partai politik.
KPU mengklaim, sikap mereka berdasar pada putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang ketua umum partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.