JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman meminta pemilih yang ingin pindah domisili memilih dapat mengurus prosedur pemindahannya jauh hari sebelum hari pemungutan suara.
Sebab, pindah domisili memilih berkaitan dengan distribusi logistik pemilu, seperti ketersediaan surat suara.
"Kalau mau pindah, harus dihitung jauh-jauh hari (sebelum pemunhutan suara) dong, jangan terlalu dekat. Nanti distribusi logistik juga susah kalau yang pindah terlalu banyak," kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2018).
Arief menjelaskan, proses pindah domisili memilih dilakukan selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari pemungutan suara atau 17 Maret 2019.
Baca juga: Gerindra DKI Pertanyakan 2.610 Penyandang Masalah Kejiwaan Masuk DPT
Proses pindah domisili yang dimaksud adalah mencatatkan pindah memilih mereka ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang tersedia di desa/kelurahan asal atau tujuan. Dari situ, mereka akan mendapatkan formulir A5.
Formulir tersebut digunakan sebagai bukti bahwa yang bersangkutan telah pindah memilih. Formulir A5 bisa didapatkan pemilih dengan menunjukkan e-KTP maupun identitas lainnya.
Dari situ, KPU akan mencatat jumlah pemilih yang pindah domisili, untuk dimasukan ke dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Jumlah tersebut selanjutnya digunakan oleh KPU untuk menyiapkan surat suara sesuai dengan jumlah DPTb di suatu Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Jika proses pindah domisili tak dilakukan jauh hari sebelum hari pemungutan suara, dikhawatirkan akan menyulitkan KPU dalam proses distribusi surat suara untuk DPTb tersebut.
Baca juga: Tim Anies-Sandi Kritik Kebijakan KPU soal Tidak Gunakan KK untuk DPTb
Lebih lanjut, Arief mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan pembahasan mengenai cara KPU dalam mengantisipasi pemilih yang jelang hari pemungutan suara tiba-tiba jatuh sakit dan harus pindah domisili memilih lantaran dirawat di rumah sakit yang jauh dari domisili asal.
Jika dimungkinkan, KPU akan membuat TPS di rumah sakit-rumah sakit untuk memfasilitasi pemilih yang sedang dirawat inap.
"Prinsipnya, setiap orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih dia harus dilindungi untuk dapat menggunakan hak pilihnya," tegas Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.