Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2018, 12 Pencabutan Hak Politik di Pengadilan Tipikor Jakarta

Kompas.com - 17/12/2018, 06:43 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik mulai terus-menerus diterapkan terhadap penyelenggara negara yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Sejak Januari hingga 16 Desember 2018, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu menuntut agar terdakwa yang menduduki jabatan publik dikenakan hukuman pencabutan hak politik. Hampir seluruh tuntutan itu disetujui oleh majelis hakim.

Baca juga: KPK Dinilai Belum Maksimal Menuntut Pencabutan Hak Politik Kepala Daerah

Hukuman tambahan dinilai perlu untuk mencegah koruptor kembali menduduki jabatan penting yang sangat berdampak pada publik. Hukuman itu juga melindungi masyarakat agar tidak salah memilih pemimpin yang pernah dihukum.

Berikut 12 penyelenggara negara yang dicabut hak politiknya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, sepanjang 2018:

1. Yudi Widiana

Pada Maret 2018, majelis hakim mencabut hak politik politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana Adia.

Yudi Widiana Adia divonis 9 tahun penjara. Yudi juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Politisi PKS Yudi Widiana

 

Yudi terbukti menerima suap lebih dari Rp 11 miliar dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng.

Suap tersebut terkait usulan proyek di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

2. Nur Alam

Pada Maret 2018, majelis hakim mencabut hak politik Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Nur Alam divonis 12 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Gubernur Sultra Nur Alam

Menurut hakim, Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenang selaku Gubernur dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Nur Alam terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun.

Baca juga: Vonis Mantan Gubernur Sultra Nur Alam Diperberat Jadi 15 Tahun Penjara

Menurut hakim, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar. Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun.

Selain itu, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd.

Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.

3. Setya Novanto

Pada April 2018, majelis hakim mencabut hak politik mantan Ketua DPR Setya Novanto. Hak politiknya dicabut selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Setya Novanto

Novanto divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com