JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti menilai belum ada perdebatan soal masa depan Indonesia yang diperbincangkan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Menurut Abdul, isu yang muncul malah mengancam proses demokrasi di Indonesia.
"Sangat mengecewakan bagi saya secara pribadi karena tidak ada debat program, tidak ada adu argumentasi menyangkut Indonesia 5 tahun ke depan," ujar Abdul dalam acara "Diskusi Media mengenai Kerukunan Bangsa: Refleksi Akhir Tahun dan Proyeksi Awal Tahun", di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan, Kamis (13/12/2018).
Baca juga: Heboh Pengakuan La Nyalla dan Isu PKI yang Tak Kunjung Padam
"Yang ada saling tangkis-menangkis isu, yang sesungguhnya itu sebuah proses yang saya menyebutnya sebagai pembodohan demokrasi," sambung dia.
Ia pun berharap, perdebatan yang bersifat substantif dapat muncul di bulan-bulan mendatang.
Selain itu, Abdul juga menyoroti Pemilihan Legislatif (Pileg) yang masih terabaikan. Ia mengatakan bahwa masyarakat cenderung apatis terhadap calon anggota legislatif (caleg).
Baca juga: Timses Jokowi: Pengakuan La Nyalla Buktikan Isu PKI Terus Diembuskan
Ia berpendapat, pengabaian tersebut dapat berdampak negatif, sebab seorang anggota legislatif memiliki peran besar untuk merumuskan regulasi di Indonesia.
"Kalau terlalu fokus pada presiden dan wakil presiden dan mengabaikan kualitas anggota legislatif, ini juga bisa jadi malapetaka demokrasi," kata dia.
Ia pun menilai para tokoh agama berperan besar untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kontes demokrasi mendatang.
Baca juga: Pantauan Satu Dunia: Di Medsos, Capres-Cawapres Irit Bicara soal Isu Korupsi, Kebanyakan Ekonomi
Tak hanya itu, Abdul juga berpendapat bahwa agama melalui tokohnya memiliki kekuatan moral tinggi untuk mencegah terjadinya korupsinya oleh para aparatur pemerintah.
"Peran tokoh agama menurut saya perlu untuk kita tingkatkan bagaimana untuk tidak ada politisasi agama, tetapi juga tidak boleh ada apatisme umat beragama dalam proses demokrasi," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.