JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, banyak masyarakat Indonesia yang belum paham mengenai arti demokrasi.
Penilaian ini berangkat dari pengamatan Wiranto terhadap sejumlah elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga rakyat sipil.
Baca juga: 2017, Indeks Demokrasi di Jakarta Tertinggi Se-Indonesia
Wiranto, sebagai saksi dan pelaku proses demokrasi mengaku paham betul mengenai berjalannya demokrasi di negeri ini. Sebab, dirinya sudah berada di pemerintahan sejak era Orde Baru hingga Reformasi.
Demokrasi, menurut Wiranto, adalah suatu cara, bukan sebuah sasaran. Demokrasi adalah satu model yang penerapannya harus disesuaikan dengan apa yang ada di Indonesia.
"Banyak orang yang terjebak bahwa seakan demokrasi itu sasaran kita, bukan. Demokrasi hanya jalan menuju satu masyarakat adil makmur," kata Wiranto usai menghadiri Launching Buku Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2017 dan Pemberian Penghargaan IDI 2017 di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Baca juga: 4 Provinsi Raih Predikat Baik dalam Indeks Demokrasi, DKI Tertinggi
Memang betul bahwa Indonesia negara demokrasi, tapi, dalam pelaksanaannya tidak perlu menganut demokrasi negara lain. Sebab, demokrasi bukan jalan, merupakan sebuah cara.
"Kalau ibaratnya demokrasi itu sasarannya itu adalah kita makan kenyang, maka cara untuk makan berbeda-beda," jelas Wiranto.
"Di Cina sana pakai sumpit, kita kadang-kadang pakai tangan atau pakai garpu dan sendok. Di Eropa pakai pisau pakai garpu, Amerika juga sama," sambungnya.
Baca juga: Akademisi: Kalau Budaya Demokrasi Tak Dewasa, Penggunaan Internet Juga Tak akan Dewasa
Oleh karenanya, masyarakat tak perlu menyamakan demokrasi Indonesia dengan negara-negara lainnya.
Penyamaan demokrasi itu justru terkadang menyebabkan kebingungan.
"Katakanlah kita mempunyai budaya musyawarah mufakat, dipaksakan kita dengan budaya-budaya ala-ala demokrasi liberal yang asli terjadi benturan di sini," tutur Wiranto.
Wiranto mengatakan, supaya tak terjadi kebingungan atau perbenturan, diperlukan dialog antara para pemangku kepentingan negara dengan tim ahli dalam rangka pengembangan demokrasi.