JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, mengaku khilaf telah menjadi kurir penyerahan uang kepada anggota DPR.
Uang tersebut berasal dari pengusaha pelaksana proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Hal itu dikatakan keponakan Setya Novanto tersebut saat membacakan nota pembelaan pribadi atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/11/2018).
"Saya khilaf karena terlena dengan janji pemberian uang dan pekerjaan, akibatnya saya harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat dan dalam tahanan hakim di penjara," ujar Irvanto saat membacakan pleidoi.
Baca juga: Keponakan Novanto Protes Tuntutannya Lebih Berat dari Terdakwa Lain
Menurut Irvan, awalnya pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong menyuruhnya untuk memberikan uang kepada sejumlah anggota DPR.
Mereka adalah Chairuman Harahap, Jafar Hafsah, Ade Komarudin, dan Aziz Syamsuddin. Kemudian, Melchias Marcus Mekeng, Markus Nari, dan Agun Gunandjar Sudarsa.
Atas pekerjaan yang diperintahkan Andi tersebut, Irvan dijanjikan uang Rp 1 miliar.
Perusahaan milik Irvan, yakni PT Murakabi juga dijanjikan akan mendapat pekerjaan dalam proyek e-KTP.
"Tapi sampai sekarang uang dan pekerjaan tidak diberikan karena mengalami kerugian dan proposal saya terlalu mahal," kata Irvan.
Menurut jaksa, Irvanto terbukti merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan e-KTP.
Baca juga: Jaksa KPK Tolak Permohonan Justice Collaborator Keponakan Setya Novanto
Irvan juga didakwa menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR RI.
Ia dinilai secara langsung maupun tidak langsung, turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam pengadaan e-KTP.
Selanjutnya, untuk kepentingan Setya Novanto, Irvan beberapa kali menerima uang Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat.
Menurut jaksa, uang tersebut disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.
Selain Novanto, perbuatan Irvan telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi. Perbuatan yang dilakukan bersama-sama itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.