Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Save Ibu Nuril Anggap Presiden Jokowi Salah Paham soal Grasi dan Amnesti

Kompas.com - 20/11/2018, 11:13 WIB
Christoforus Ristianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggagas petisi #SaveIbuNuril dari Institut for Criminal Justice Forum (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai, Presiden Joko Widodo salah paham mengenai perbedaan amnesti dan grasi dalam kasus Baiq Nuril Maknun sebagai terpidana kasus UU ITE (perekaman percakapan seksual).

"Kami (ICJR) meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril. Tapi sepertinya ada salah paham dari Presiden soal perbedaan amnesti dan grasi. Jatuhnya jadi tidak sesuai dengan apa yang kami minta," kata Erasmus kepada Kompas.com, Selasa (20/11/2018).

Sebelumnya, pada Senin (19/11/2018), Koalisi Save Ibu Baiq Nuril berkunjung ke Kantor Staf Presiden dan memberikan surat kepada Presiden Jokowi.

Surat tersebut berisi permintaan pemberian amnesti oleh Presiden kepada Nuril.

Baca juga: Tuntutan Amnesti untuk Nuril dan Jawaban Jokowi...

Presiden merespons permintaan ini dengan meminta Nuril untuk mengajukan grasi jika Peninjauan Kembali (PK) ditolak Mahkmah Agung (MA).

Oleh karena itu, lanjut Erasmus, kini yang menjadi masalah adalah respons dari Presiden mengenai pengajuan amnesti.

Menurut dia, Presiden Jokowi belum mendapatkan arahan mengenai perbedaan amnesti dan grasi.

"Kemarin Presiden bilang kasih grasi saja. Ya tidak bisa, wong grasi itu untuk terpidana yang dituntut minimal dua tahun penjara, sedang Ibu Nuril itu enam bulan," ujar Erasmus.

"Kedua, dalam UU, grasi disebutkan yang dihapuskan, dikurangi, itu hanya pidananya saja. Artinya, kesalahan tetap masih dianggap ada. Itu yang kami keberatan. Berarti Ibu Nuril meminta pengampunan atas kesalahan, padahal dia tidak salah," lanjut dia.

Baca juga: Bantah Jokowi, Pembela Nuril Tegaskan Amnesti Bukan Intervensi

Saat ini, ICJR bersama kuasa hukum Nuril fokus pada PK dan amnesti. Meski demikian, Erasmus berharap, Presiden bisa memberikan amnesti.

Baginya, pemberian amnesti tidak mengintervensi sistem UU Peradilan Pidana lantaran amnesti maupun grasi diberikan ketika terpidana sudah menyelesaikan seluruh proses hukum.

"Nah makanya kita ingin yang pasti-pasti saja dari Presiden. Penundaan dari Kejagung kan sebenarnya tergantung dari jaksa, besok dia masuk eksekusi yang terserah dia," kata Erasmus.

Kasus Nuril berawal pada 2014 ketika dia dilaporkan M, kepada sekolah di tempatnya bekerja, dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Nuril merekam pembicaraan telepon dengan M lantaran merasa dilecehkan. M menceritakan hubungan asmaranya dengan seorang wanita lain yang mengarah ke pornografi.

Rekaman itu belakangan diseberluaskan rekan Nuril dan berujung pada laporan M ke Polres Mataran awal 2017.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com