Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dokter Neraka "Korps Marinir", Tenaga Medis di Medan Perang...

Kompas.com - 16/11/2018, 10:01 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Personel Korps Marinir merupakan prajurit tempur yang dilatih untuk melakukan misi khusus militer, baik di kapal perang atau pendaratan di pantai musuh dalam satu operasi pertempuran laut.

Pada mulanya, Korps Marinir TNI Angkatan Laut dibentuk dengan tujuan utama sebagai wadah para prajurit darat (land soldier) yang bertugas di kapal perang.

Mereka adalah tenaga inti yang dapat menyerbu kapal lain atau wilayah musuh di daratan. Itu sebabnya pasukan ini disebut pasukan amfibi dan pasukan pendarat.

Korps ini terbentuk pada 15 November 1945, dengan nama awal Korps Armada IV Tegal. Kemudian, pada 15 November 1975, korps ini sempat berganti nama menjadi Korps Komando (KKO) AL, hingga akhirnya menjadi Korps Marinir.

Satuan ini memiliki slogan "Jalesu Bhumyamca Jayamahe" yang berarti di laut dan di darat kita jaya. Setiap prajurit yang ada dalam Korps Marinir memiliki spesifikasi khusus. Mereka digembleng mengenai dasar-dasar Marinir beserta pendaratan amfibi.

Baca juga: Perjalanan Korps Marinir AL, Berawal dari KKO dan Sempat Masuk AD

Tak hanya prajurit tempur saja, Korps Marinir juga memiliki prajurit kesehatan Marinir. Prajurit kesehatan ada di setiap gerakan pasukan. Dalam satuan kecil sekurangnya ada satu tamtama atau bintara kesehatan yang ikut bertempur dan membawa perlengkapan obat.

Saat pertempuran, biasanya yang dijadikan sasaran lawan adalah prajurit yang membawa radio komunikasi dan prajurit kesehatan, Di Korps Marinir, prajurit kesehatan memiliki ciri khusus, di lengan bajunya menyandang lambang Palang Merah, penanda dia menjalankan tugas medis meski membawa senjata.

Prajurit kesehatan membantu prajurit Korps Marinir yang mengalami terluka dalam peperangan. Selain itu, prajurit kesehatan Marinir juga memberikan pertolongan kepada warga sekitar lokasi yang membutuhkan bantuan.

Dokter Neraka

Berbagai pengalaman menjadi prajurit bersenjata sekaligus harus mengobati sesama prajurit yang terluka dalam pertempuran mewarnai jalan hidup prajurit kesehatan Korps Marinir TNI AL.

Mereka membawa senjata sekaligus membawa ransel berisi obat-obatan. Dalam Korps Marinir Amerika Serikat (USMC) mereka dijuluki "the hell’s doctor" atau "dokter neraka".

Harian Kompas 12 Maret 2016 mewartakan mengenai beberapa kisah "dokter neraka" dalam lingkup Korps Marinir TNI Angkatan Laut. Sersan Mayor (Serma) Marinir Herman yang menjadi bintara kesehatan menceritakan pengalamannya di Aceh Timur 2001-2003 ketika temannya terkena tembakan di kaki dalam pertempuran.

Herman melakukan menghentikan pendarahan, lalu memasang cairan infus dan segera mengevakuasi teman prajuritnya dengan cara dengan dibopong. Hal itu menjadi tanggung jawab yang berat.

Kisah selanjutnya adalah Kopral Dua (Kopda) Marinir Juhara yang menyaksikan berbagai luka akibat pertempuran sebagai prajurit kesehatan saat operasi di Aceh Utara tahun 2004. Walaupun menggunakan body vest, tembakan yang berasal dari samping menembus badannya.

Sebagai prajurit kesehatan, dirinya harus bersiap siaga dalam kondisi terburuk sekalipun.

Cerita lain berasal dari Kopda Juhara yang memberikan pertolongan kepada prajurit karena terluka tembakan di paha kanan. Tembakan itu memotong pembuluh arteri sehingga darah memancar deras. Juhara lantas mengevakuasi dan menghentikan pendarahan dalam operasi.

Itulah beberapa kisah prajurit kesehatan Marinir yang berjuang dalam pertempuran. pasukan di garis belakang dipanggil untuk mengirim tenaga tandu (stretcher bearer), mengevakuasi.

Sebagai salah satu prajurit kesehatan yang tak banyak dikenal, namun jasanya diperlukan dalam operasi perang maupun tugas kemanusiaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com