JAKARTA, KOMPAS.com - Masukan dan kritik kembali disampaikan sejumlah aktivis kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Salah satunya, terkait penyelesaian kasus dugaan pelanggaran etik di internal lembaga anti-korupsi itu.
Pada Rabu (17/10/2018), Indonesia Corruption Watch menyebutkan, berdasarkan catatan ICW ada 19 kasus terkait etik di internal KPK selama rentang 2010-2018.
Sebagian kasus sudah selesai, namun beberapa kasus tak jelas kelanjutannya.
Baca juga: Catatan ICW, Ada 19 Kasus di Internal KPK Selama 2010-2018
Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai, kasus-kasus seperti ini bisa mengganggu independensi KPK.
Menurut dia, salah satu yang dapat mengganggu independensi KPK adalah penempatan orang-orang dari luar institusi KPK pada posisi strategis.
"Suasananya, sistemnya, sampai objektivitas memeriksa dugaan-dugaan korupsi, pelanggaran di dalamnya," kata Julius di Kantor ICW, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Ia mencontohkan beberapa kasus dugaan pelanggaran etik.
Misalnya, dugaan pelanggaran etik saat Deputi Penindakan KPK berinisial F bertemu mantan kepala daerah.
Baca juga: ICW Desak KPK Tindaklanjuti Dugaan Pelanggaran Etik 2 Deputinya
Padahal, mantan kepala daerah tersebut diduga terlibat kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani KPK.
Contoh lain, dugaan perusakan barang bukti oleh dua penyidik KPK berinisial RR dan H, yang berasal dari salah satu instansi penegak hukum.
Oleh karena itu, daripada merekrut orang dari lembaga lain, ia menyarankan KPK bekerja sama dengan institusi penegak hukum lainnya.
Misalnya, mengadakan pelatihan atau semacam program magang dengan kepolisian untuk para penyidik KPK.
Baca juga: ICW Dorong Lebih Banyak Korporasi Diproses Hukum
Julius juga memberikan catatan bagi pimpinan KPK. Ia menilai, belum terlihat keinginan kuat dari pimpinan untuk menjaga independensi KPK.
"Satu-satunya yang betul-betul mengganjal di sini sepertinya political will dari pimpinan, entah apa yang dia takutkan," kata Julius.