JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan opsi penggunaan kartu pemilih sebagai pengganti KTP elektronik atau e-KTP dalam Pemilu 2019.
Nantinya, pemilih yang belum mendapatkan e-KTP sampai pada hari pemungutan suara, 17 April 2019, bisa menggunakan hak pilihnya dengan cara menunjukkan kartu pemilih yang dimiliki.
"Dimungkinkan pula salah satu alternatifnya adalah opsi kartu pemilih. Jadi dimungkinkan ini sebagai salah satu alternatif, dapat saja apabila masyarakat tak punya dokumen KTP elektronik kemudian apakah dimungkinkan, kemudian KPU mengeluarkan kartu pemilih," kata Komisioner KPU Viryan Azis di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2018).
Baca juga: KPU Minta Elite Politik Tak Sebarkan Informasi Tak Mendidik Terkait Pilpres
Menurut Viryan, kartu pemilih pernah dijadikan pengganti KTP dalam Pemilu 2004 dan Pilkada.
Kartu pemilih itu, tidak hanya bisa memfasilitasi pemilih pemula yang belum mendapatkan e-KTP jelang hari pemungutan suara. Namun juga dapat ditujukan untuk kelompok-kelompok masyarakat yang tidak dimungkinkan mendapat e-KTP sampai hari pencoblosan.
Kelompok masyarakat tersebut, Viryan mencontohkan, misalnya masyarakat miskin kota yang tinggal di atas tanah negara, atau kelompok suku tertentu yang tinggal di hutan-hutan yang tak dimungkinkan dibuatkan dokumen kependudukan.
"Mereka harus mendapatkan pelayanan yang sama, karena hak memilih itu melekat kepada warga negara, bukan penduduk," ujarnya.
Baca juga: KPU dan Kemendagri Akan Selesaikan Persoalan Pemilih Pemula
Namun demikian, Viryan mengatakan, jika nantinya digunakan opsi kartu pemilih pun, pihaknya mengutamakan jaminan legalitas instrumen pengganti e-KTP tersebut. Ia mengatakan, KPU sangat berhati-hati dengan kemungkinan manipulasi data.
Pemilih yang bisa menggunakan kartu pemilih harus dipastikan merupakan pemilih yang betul-betul tidak bisa mendapatkan e-KTP hingga hari pemungutan suara.
"Tentunya pendekatan ini, entah kartu pemilih atau ada instrumen lain, itu harus menjamin legalitas atau terpercaya terhadap dugaan-dugaan malpraktek. Misalnya nanti manipulasi data, nah kami sangat hati-hati terkait hal itu," tuturnya.