Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diadukan Melanggar Kode Etik, KPU Mengaku Hanya Jalankan Undang-undang

Kompas.com - 08/08/2018, 13:06 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik dengan teradu Ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pengadu adalah seorang pemilih bernama Cinde Laras Yulianto. Dalam hal ini, ia mengadu tentang Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 soal larangan mantan narapidana koruptor mendaftarkan diri sebagai calon legislatif (caleg) di Pemilu 2019.

Menurut kuasa hukum Cinde, Regginaldo Sultan, KPU melanggar kode etik karena bersikukuh untuk mengesahkan PKPU tersebut meskipun banyak menimbulkan penolakan.

Baca juga: DKPP Proses 162 Aduan terkait Pilkada Serentak 2018

"Artinya pada saat itu KPU kan ngotot," kata Regginaldo usai persidangan, di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (8/8/2018).

Regginaldo mengatakan, selama persidangan, majelis DKPP menyebut teradu terlalu banyak melakukan tafsir tentang sejumlah aturan.

"Kan sebenernya sebagai penyelenggara pemilu dia (KPU) sebagai pelaksana saja," ujar Regginaldo.

Baca juga: KPU Tak Masalah Jika Banyak Pihak Ingin Laporkan Komisionernya ke DKPP

Sementara itu, Ketua Komisioner KPU Arief Budiman menyebut tak ada pelanggaran kode etik yang pihaknya lakukan. Ia mengklaim, KPU telah melakukan proses penyusunan PKPU secara baik dan benar.

"Kami yakini semua proses sudah baik, benar. Nggak ada pelanggaran yang kita lakukan," tutur Arief.

Arief juga membantah pihaknya terlalu banyak menafsirkan. Ia mengaku, KPU selama ini hanya menjalankan Undang-undang.

Baca juga: Terkait Penanganan Kasus PSI, Komisioner KPU Akan Dilaporkan ke DKPP

"Tetapi apa (yang) belum diatur dalam undang-undang, KPU diberikan kewenangan atributif untuk mengatur," jelasnya.

Dalam Peraturan KPU (PKPU) disebutkan bahwa mantan napi koruptor, kejahatan terhadap anak, dan bandar narkoba dilarang untuk nyaleg.

Larangan mantan napi koruptor nyaleg sempat menuai polemik lantaran dinilai tak memiliki dasar hukum yang kuat lantaran undang-undang hanya melarang mantan napi pelaku kekerasan pada anak dan mantan napi bandar narkoba untuk nyaleg.

Baca juga: Akan Diadukan ke DKPP soal Iklan PSI, KPU Hormati Sikap Bawaslu

Aturan tersebut tertuang dalam UU 10/2016 Pasal 7 ayat 2 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

Sementara itu, KPU mengklaim, larangan nyaleg bagi mantan napi korupsi, diadopsi dari UU Pemilu, khususnya tentang syarat capres dan cawapres.

KPU menyatakan aturan tersebut sesuai dengan UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Kompas TV Bagaimana mencari jalan tengah kasus lapor melapor antara Bawaslu dan Partai Solidaritas Indonesia?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com