Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK soal Pengurus Parpol Dilarang ke DPD Dinilai Langsung Berlaku

Kompas.com - 28/07/2018, 17:38 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, tidak sependapat dengan pernyataan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengenai pemberlakuan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018.

Melalui putusan MK itu, pengurus partai politik tak diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Apabila tetap ingin mendaftarkan diri, maka yang bersangkutan harus mundur terlebih dahulu dari partai politik.

Yusril sebelumnya mengatakan, putusan MK itu tak otomatis menggugurkan calon anggota DPD RI yang sudah mendaftarkan ke KPU. Sebab, putusan MK itu keluar setelah tahapan pendaftaran. Sementara, Bivitri berpendapat sebaliknya.

"Yang namanya seseorang menjadi calon itu ketika sudah menjadi daftar calon tetap. Kan pendaftaran dulu, diverifikasi, kemudian muncul daftar calon sementara, kemudian baru daftar calon tetap. Di saat itulah sebenarnya proses pencalonan itu sudah fix," ujar Bivitri dalam acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/7/2018).

"Kini tinggal KPU (Komisi Pemilihan Umum) menindaklanjutinya dengan memastikan bahwa calon anggota DPD yang sudah mendaftar itu memberikan dokumen tambahan berupa surat keterangan mereka sudah mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik," kata dia.

Baca juga: MK Tegaskan Putusan Pengurus Parpol Dilarang Jadi Anggota DPD Tak Politis

Ketentuan tersebut, menurut Bivitri, juga didasarkan pada Pasal 266 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa seseorang menjadi calon anggota DPD RI berstatus definitif apabila sudah masuk ke dalam tahapan daftar calon tetap.

"Kalau sekarang kan baru proses verifikasi dokumen. Bahkan, daftar calon sementara saja belum. Daftar calon tetap itu baru tanggal 20 September, belum selesai. Jadi, tafsir Profesor Yusril tidak tepat secara teknis," ujar Bivitri.

Sebelumnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso menyatakan, putusan MK mengenai pelarangan pengurus partai mendaftar sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah berdasarkan koridor hukum dan konstitusi.

Baca: "Bukan Rahasia Lagi Kalau DPD Dikuasai Partai Politik"

Fajar menegaskan bahwa putusan tersebut tidak ada muatan politis sama sekali.

"Kalau bermuatan politis dalam arti MK punya kepentingan politik praktis, tentu tidak. Tak ada alasan untuk itu. Di mana letak muatan politis itu? Tapi bahwa putusan MK ini akan berdampak politis, tentu iya, apalagi di tahun politik seperti sekarang," ujar Fajar saat dihubungi, Selasa (24/7/2018) malam.

Fajar mengatakan, justru melalui putusan ini, MK mengembalikan hakikat keberadaan DPD RI sebagai representasi daerah atau teritori sebagaimana desain ketatanegaraan yang dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Gugatan tersebut diajukan warga negara bernama Muhammad Hafidz pada April 2018, dan diputus pada 23 Juli 2018. Hafidz memohon MK menguji materi Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945.

Kompas TV Mahkamah Konstitusi melarang pengurus parpol untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com