Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

Kompas.com - 23/07/2018, 09:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SYARAT ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) kembali diuji ke hadapan Mahkamah Konstitusi (MK). Sejak diadopsi dalam Undang-Undang (UU) Pemilu Presiden yang lama hingga UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, konsep ini sudah 10 kali diuji, menandakan betapa strategisnya soal ambang batas pencalonan presiden ini.

Pada 13 Juni 2018, menjelang Idul Fitri, 12 pemohon kembali mengajukan uji konstitusionalitas Pasal 222 UU JNomor 7 Tahun 2017 soal presidential threshold tersebut.

Melalui kuasa hukumnya, Integrity—Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society—, para tokoh nasional M  Busyro Muqoddas, M Chatib Basri, Faisal Basri, Hadar N Gumay, Bambang Widjojanto, Rocky Gerung, Robertus Robet, Feri Amsari, Angga D Sasongko, Hasan Yahya, Pemuda Muhammadiyah (Dahnil A Simanjuntak), dan Perludem (Titi Anggraini) melanjutkan perjuangan konstitusional mengembalikan daulat rakyat dalam pemilihan presiden.

Konsistensi menyelamatkan konstitusi

Para Pemohon menyadari bahwa soal ambang batas pencalonan presiden ini sudah berulang kali ditolak MK. Namun, justru karena sangat prinsip bagi tegaknya sistem pilpres langsung, permohonan diajukan lagi.

Pasal 60 ayat (1) dan (2) UU MK mengatur, meskipun terhadap “materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali”, tetap ada pengecualian “jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda”.

Lebih jauh, Pasal 42 ayat (2) Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2005 memungkinkan pengujian kembali “ayat, pasal, dan/atau bagian yang sama” dari suatu undang-undang, sepanjang menggunakan alasan permohonan yang berbeda.

Di situlah tantangan utamanya. Tentu tidak mudah mengajukan alasan berbeda, apalagi untuk permohonan yang sudah berulang kali ditolak MK. Muncul pula argumentasi bahwa bentuk konsistensi MK adalah dengan tetap menolak uji materi syarat ambang batas pencalonan presiden tersebut.

Dalih konsistensi demikian, perlu diluruskan. Konsistensi MK hanyalah tegak lurus mengawal UUD 1945. Maka tidak keliru jika MK mengambil keputusan yang berbeda, untuk isu yang sama. Itu sebabnya norma yang sama dapat diuji berulang kali.

Itu pula sebabnya, soal waktu pelaksanaan pemilu presiden dan pemilu legislatif baru pada permohonan kesekian MK mengubah posisinya, menyatakan pemilu dilaksanakan serentak.

Mengubah putusan bukanlah bentuk inkonsistensi, bahkan bisa merupakan bentuk penyelamatan konstitusi itu sendiri. Terlebih lagi, jika perubahan itu didasarkan pada alasan permohonan berbeda yang lebih argumentatif.

Saya sendiri, setelah membaca ulang Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, sedikit mengubah posisi akademik atas syarat ambang batas pencalonan presiden.

Dalam keterangan saya selaku wakil pemerintah di sidang MK soal presidential threshold, juga dalam artikel “Mendesain Pilpres Antikorupsi” (Kompas, 29 Juni 2017), sebelum berlakunya UU Pemilu yang baru, saya memang berpandangan presidential threshold adalah konsep yang terbuka dan problematik.

Dalam artikel tersebut, saya menolak syarat ambang batas 20 persen kursi DPR ataupun 25 persen suara sah nasional pemilu anggota DPR, tetapi masih membuka ruang bagi presidential threshold yang rendah berdasarkan electoral threshold, sehingga partai yang mempunyai kursi di DPR dapat mengajukan calon presiden.

Namun, setelah pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 diberlakukan, dan penghitungan presidential threshold didasarkan pada hasil pemilu DPR lima tahun sebelumnya, saya lebih menegaskan posisi akademik saya untuk menolak syarat ambang batas pencalonan presiden tersebut.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com