Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dorodjatun Merasa Tak Pernah Diberitahu Kepala BPPN soal Utang Sjamsul Nursalim

Kompas.com - 16/07/2018, 18:55 WIB
Abba Gabrillin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Jakti mengaku tidak pernah diberitahu oleh Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung bahwa salah satu obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yakni Sjamsul Nursalim, belum menyelesaikan pelunasan utang kepada Bank Indonesia.

Utang sebesar Rp 4,8 triliun itu terdapat pada piutang petambak udang yang sebelumnya diberikan pinjaman oleh Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Adapun, Sjamsul Nursalim merupakan pemegang saham pengendali BDNI.

Hal itu dikatakan Dorodjatun saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (16/7/2018). Dia bersaksi untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Saya tahu dari tim bantuan hukum (TBH), karena referensinya lengkap," ujar Dorodjatun.

Baca juga: Periksa Dorodjatun Kuntjoro Jakti, KPK Dalami Penerbitan SKL BLBI

Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Dorodjatun.

Dalam keterangan kepada penyidik, mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) itu mengatakan, Syafruddin tidak pernah memberi tahu adanya misrepresentasi oleh Sjamsul Nursalim.

Padahal, terdapat kesalahan Sjamsul Nursalim dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar, sehingga misrepresentasi.

Selain itu, menurut Dorodjatun, Syafruddin juga tidak pernah memberi tahu apakah obligor yang diusulkan mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL), termasuk Sjamsul Nursalim, sudah memenuhi kewajiban atau belum.

Sesuai aturan, Sjamsul baru bisa menerima SKL apabila sudah memenuhi perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA).

MSAA merupakan perjanjian penyelesaian BLBI dengan jaminan aset obligor.

"Saya tidak tahu sudah terpenuhi apa tidak," kata Dorodjatun.

Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan SKL BLBI kepada BDNI.

Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.

Baca juga: KPK Pelajari Kesaksian Kwik Kian Gie soal Peran Megawati dalam SKL BLBI

Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.

Kompas TV KPK kembali memeriksa mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam kasus penerbitan surat keterangan lunas BLBI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com