JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hari ini, Selasa (2/1/2018).
Dorodjatun diperiksa sebagai saksi untuk mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK memeriksa Dorodjatun dalam kapasitas sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) pada saat kasus tersebut terjadi.
KPK mendalami soal SK dari KKSK terkait penerbitan SKL untuk salah satu obligor BLBI, Sjamsul Nursalim.
"Karena sebagai ketua KKSK, ada SK yang diterbitkan terkait dengan penerbitan SKL terhadap obligor BLBI Sjamsul Nursalim," kata Febri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (2/1/2017).
(Baca juga: KPK Periksa Boediono sebagai Anggota KKSK untuk Dalami Kasus BLBI)
Penyidik, lanjut Febri, mendalami bagaimana proses penerbitan SK KKSK tersebut dan kaitannya dengan SKL. Kasus BLBI ini menjadi salah satu prioritas KPK di 2018 ini.
Saat ditanya apakah kasus penerbitan SKL terhadap Sjamsul yang disebut merugikan negara Rp 4,58 triliun itu dapat selesai tahun ini, Febri tidak dapat memastikannya.
"Karena, kalau kita bicara soal penuntasan, tentu saja nanti kita akan lihat dari perkembangan penanganan perkaranya," ujar Febri.
Dia menyatakan, perlu dipahami bahwa kasus BLBI cukup kompleks. Saat ini KPK masih memeriksa atau fokus pada proses penyidikan yang berjalan dengan tersangka Syafruddin.
KPK sejauh ini juga belum dapat memanggil Sjamsul Nursalim. Namun, yang bersangkutan dan istrinya dilaporkan berada di Singapura.
(Baca juga: Jaksa Agung Sarankan KPK Libatkan Interpol Pulangkan Sjamsul Nursalim)
KPK sudah berkoordinasi dengan lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practice Investigation Bureau (CPIB), dalam upaya mengetahui keberadaan Sjamsul.
"Sudah kami lakukan pemanggilan. Namun, memang ada dua wilayah yurisdiksi yang berbeda sehingga pengaturan soal pemanggilan dan pemeriksaan itu agak berbeda," ujar Febri.
Kasus SKL BLBI terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim. SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.
(Baca juga: Periksa Saksi dalam Kasus BLBI, Ini yang Digali KPK )
SKL dikeluarkan mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat presiden RI.
KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.
Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 25 Agustus 2017 terkait kasus ini menyebutkan nilai kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun.
Nilai kerugian negara ini lebih tinggi daripada yang sebelumnya diperkirakan KPK yang sebesar Rp 3,7 triliun.
Dalam kasus ini, Syafruddin dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.