JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan, partainya akan melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif dari PKS pada Pemilu 2019.
Menurut Mardani, langkah ini menjadi bentuk dukungan partai terhadap niat Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang mantan koruptor maju sebagai calon wakil rakyat.
"Ya iya lah, kalau PKS bersuara keras, PKS di internal secara tegas memberlakukan (larangan mantan koruptor jadi caleg)," kata Mardani kepada Kompas.com, Rabu (20/6/2018).
Baca juga: Refly: Kemenkumham Tak Perlu Ikut Campur Substansi PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg
Mardani mengklaim bahwa PKS mendukung Peraturan KPU yang berisi larangan mantan terpidana kasus korupsi mendaftar sebagai caleg.
PKS, kata dia, melihat PKPU tersebut sebagai diskresi yang bisa diambil KPU.
Ia mengakui, dalam undang-undang tidak ada larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Namun, di sisi lain KPU juga berhak mengambil kebijakan yang progresif.
"Kami PKS sangat mendukung PKPU yang ada sekarang ini karena aturan ini menggunakan asumsi karena perbaikan itu dimulai dari hulunya, yaitu kualitas calegnya, dengan membersihkan politik dari petualang yang memperdagangkan politik," kata dia.
Baca juga: Pemerintah Dianggap Intervensi KPU jika Menolak Aturan Larangan Mantan Koruptor Ikut Pileg
Sebelumnya, DPR, pemerintah dan Bawaslu menolak PKPU tersebut dengan berbagai alasan. Meski demikian, KPU tetap memasukkan larangan itu dalam draf PKPU yang dikirim ke Kemenkumham.
Namun, Kemenkumham menolak draf tersebut untuk diundangkan. Draf dikembalikan ke KPU untuk direvisi.
Sebelumnya Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, KPU berhak membuat terobosan khusus mantan napi korupsi dilarang jadi caleg.
Baca juga: Kemenkumham Kembalikan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg ke KPU
Mereka tak boleh mencalonkan diri sebagai caleg, sebab korupsi masuk dalam kejahatan luar biasa.
"KPU dianggap melampaui kewenangannya, harusnya diputuskan oleh pengadilan. Tapi kita memperluas tafsir undang-undang itu, karena kan korupsi adalah kejadian yang sangat luar biasa," tegas Wahyu dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (26/5/2018).
Wahyu menegaskan KPU mempunyai wewenang penuh menyusun aturan ini. Sebab, merujuk pada putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU merupakan lembaga independen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.