JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan menyebut Kementerian Hukum dan HAM tidak konsisten dalam mengundangkan Peraturan KPU (PKPU) menjadi peraturan perundang-undangan.
Sebab, sikap Kemenkumham itu berbeda saat mengundangkan PKPU tentang Pencalonan Anggota DPD dengan PKPU tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Padahal, kedua PKPU tersebut sama-sama mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut dalam pemilihan wakil rakyat pada 2019 mendatang.
"Yang konsisten itu kalau segera diundangkan soal PKPU ini. Sebab kan di PKPU pencalonan DPD ada aturan sama dan diundangkan (Kemenkumham)," ujar Viryan di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/6/2018).
Baca juga: Kemenkumham Kembalikan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg ke KPU
Karenanya, Viryan pun mengaku kaget dengan perbedaan sikap Kemenkumham dalam mengundangkan suatu peraturan perundang-undangan tersebut.
"Sikap Kemenkumham ini dalam sejarah pengundangan PKPU tidak pernah terjadi. Baru sekarang," ungkap Viryan.
Viryan pun menegaskan bahwa sikap KPU sudah final dan takkan berubah, yakni mantan narapidana kasus korupsi akan tetap dilarang ikut Pileg mendatang.
"Soal sikap untuk mantan napi korupsi nyaleg itu sudah final. Tapi kan sosialisasi tetap butuh kita finalkan. Kita butuh ke Kemenkumham," kata mantan anggota KPU Kalimantan Barat tersebut.
Baca juga: Menkumham Tak Akan Tandatangani PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Sebelumnya, Komisioner KPU Pramono Ubaid meminta Kementerian Hukum dan HAM tak menghambat proses pengundangan Peraturan KPU ( PKPU) yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.
"Kalau forum poltik tidak terjadi kesepakatan, ya jangan kita dihambat dari sisi administrasi dong," kata Pramono di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (11/6/2018).
Menurut Pramono, demi kepastian hukum, maka semestinya Kemenkumham segera mengundangkan PKPU tersebut menjadi peraturan perundang-undangan.
Soal nantinya masih ada pihak-pihak yang tidak puas dengan PKPU pencalonan Pileg mendatang tersebut, kata Pramono, ada mekanisme yag dijamin konstitusi, yakni uji materi di Mahkamah Agung.