Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alternatif Pemidanaan pada RKUHP Dinilai Tak Jadi Solusi Kelebihan Kapasitas Lapas

Kompas.com - 12/06/2018, 17:55 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai rumusan alternatif pemidanaan non-penjara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tak dapat menjadi solusi persoalan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan).

Dalam draf RKUHP per 28 Mei 2018, diatur tiga bentuk alternatif non-penjara yaitu, pidana pengawasan, pidana kerja sosial dan pelaksanaan pidana penjara dengan cara mengangsur.

Namun, Aliansi memandang syarat yang diatur dalam ketentuan tersebut membuat alternatif pemidanaan non penjara sulit diterapkan.

Baca juga: Masyarakat Sipil Usul 20 Alternatif Pemidanaan Non-Pemenjaraan Dalam RKUHP

"Syarat ini jelas akan membuat alternatif non pemenjaraan sulit untuk diterapkan," ujar Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju, yang juga anggota aliansi, kepada Kompas.com, Selasa (12/6/2018).

Anggara menjelaskan, pidana pengawasan dalam RKUHP hanya dapat dikenakan pada pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Sementara, pidana kerja sosial hanya dapat diterapkan untuk tindak pidana dengan ancaman paling tinggi 5 tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara tidak lebih dari 6 bulan penjara.

Sedangkan untuk pidana mengangsur hanya berlaku bagi tindak pidana dengan ancaman maksimal 5 tahun dan hakim harus menjatuhi pidana paling lama 1 tahun.

"Lagi-lagi, jumlah tindak pidana yang dapat diputus dengan pidana selain penjara makin berkurang. Penjara akan menjadi satu-satunya solusi," tuturnya.

Selain itu, lanjut Anggara, pemerintah dan DPR belum serius dalam membahas pidana alternatif non-penjara.

Hal itu terlihat dari belum pernah dibahasnya tiga aspek penting pelaksanaan pidana alternatif, yaitu regulasi pelaksana, struktur kelembagaan dan mekanisme pendanaan.

Anggara mencontohkan, RKUHP sama sekali belum mengatur mengenai lembaga yang bertanggungjawab terkait pelaksanaan pidana kerja sosial dan pidana mengangsur.

Terkait dengan alternatif non pemenjaraan seperti pidana kerja sosial dan pidana mengangsur, RKUHP sama sekali tidak mengatur teknis pelaksanaanya. Tergambar jelas bahwa dalam pembahasan RKUHP, aspek implementasi tidak diperhatikan," kata Anggara.

Baca juga: Menurut Panja RKUHP, Asas Retroaktif di UU Pengadilan HAM Akan Tetap Berlaku

Dalam Naskah Akademik RKUHP, perumus RKUHP sepakat untuk menghadirkan hukuman alternatif non pemenjaraan untuk mengurangi dampak destruktif dari pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara.

Terlebih lagi, kondisi Rutan dan Lapas di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Per Mei 2018, beban Rutan dan Lapas di Indonesia mencapai 201 persen.

Kondisi ini telah mencapai extreme overcrowding karena perbandingan tahanan dan kapasitas melebihi 150 persen.

Sementara, jumlah tahanan dan narapidana selama 5 tahun terakhir tidak mengalami penurunan.

Kompas TV Kerusuhan di Rutan Cabang Salemba, Mako Brimob kembali memunculkan permasalahan akut lapas dan rutan di seluruh Indonesia yaitu kelebihan kapasitas.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com