Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panja Sebut Aturan HAM dalam Konvensi Internasional Harus Masuk RKUHP

Kompas.com - 11/06/2018, 16:32 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Tim Panita Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dari DPR, Taufiqulhadi, berpendapat bahwa seharusnya ketentuan tindak pidana terhadap HAM yang diatur oleh konvensi internasional diadopsi ke dalam RKUHP.

Oleh sebab itu, Tim Panja menyepakati masuknya sejumlah pasal tindak pidana berat terhadap HAM masuk dalam bab tindak pidana khusus di RKUHP.

"RUU KUHP mengatur mengenai segala tindakan agresi dan pelanggaran HAM yang telah diatur dalam berbagai instrumen HAM Internasional, seperti Konvensi Jenewa hingga ICC (Statuta Roma). Jadi, karena KUHP kita harus mengadopsi ICC, maka pasal tentang HAM harus masuk ke KUHP," ujar Taufiqulhadi kepada Kompas.com, Senin (11/6/2018).

Baca juga: Ini Alasan Panja DPR Atur Tindak Pidana Terhadap HAM di RKUHP

Menurut Taufiqulhadi, akan aneh jika KUHP tidak mencantumkan jenis-jenis tindak pidana terhadap HAM yang diatur dalam konvensi internasional.

KUHP sebagai instrumen hukum pidana nasional akan dinilai tidak mampu menangkap aspirasi zaman.

"Para pakar hukum pidana Eropa, justru sangat menghendaki pasal HAM masuk ke KUHP dengan cara antara lain mengadopsi ICC ke KUHP yang baru," kata dia.

"Kalau tidak, itu akan menjadi KUHP paling aneh karena tidak mampu menangkap aspirasi zaman," tutur Taufiqulhadi.

Baca juga: RKUHP dan Ketidakadilan terhadap Keluarga Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu

Berdasarkan draf RKUHP per 9 April 2018, tindak pidana berat terhadap HAM diatur dalam bab Tindak Pidana Khusus Pasal 680 sampai 683.

Bentuk pelanggaran HAM yang diatur mencakup genosida, serangan meluas dan sistematis terhadap warga sipil, tindak pidana dalam konflik bersenjata atau perang, dan agresi.

Meski demikian hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi Statura Roma yang salah satunya mengatur soal International Criminal Court (ICC) atau sistem pengadilan pidana internasional.

Baca juga: Ini Pasal RKUHP yang Berpotensi Mengkriminalisasi Pegiat Antikorupsi

Saat Tinjuan Periodik Universal (UPR) Dewan HAM PBB, 3-5 Mei 2017 lalu, sebanyak 101 negara anggota memberikan 225 rekomendasi terkait promosi dan proteksi HAM kepada Indonesia.

Namun, tidak semua rekomendasi tersebut diterima atau diadopsi secara langsung oleh pemerintah.

Pemerintah menyatakan menerima secara langsung sebanyak 150 rekomendasi dan mempertimbangkan 75 rekomendasi.

Baca juga: Ketentuan Tipikor Dalam RKUHP Berpotensi Timbulkan Korupsi Dagang Pasal

Rekomendasi untuk meratifikasi ketentuan ICC dalam Statuta Roma termasuk salah satu rekomendasi yang masih dipertimbangkan.

Sementara kalangan pegiat HAM mengatakan, tujuan dari pembentukan Statuta Roma adalah untuk menjamin hadirnya aspek keadilan bagi korban.

ICC yang diatur dalam Statuta Roma, mensyaratkan agar sistem hukum pidana di tingkat nasional dapat bekerja efektif dalam menghadirkan keadilan melalui jalur yudisial.

Selain itu ICC juga dapat menjadi upaya terakhir bagi korban pelanggaran HAM mendapatkan keadilan di tingkat internasional.

Kompas TV Ketua KPK Agus Rahardjo berencana menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas RUU KUHP yang menurut KPK akan melemahkan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com