JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo berharap pihaknya bisa bertemu Presiden Joko Widodo untuk membahas polemik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menanggapi itu, Presiden Jokowi berjanji akan memberikan waktu khusus kepada KPK guna membahas usulannya mengenai RKUHP.
Rencananya, pertemuan itu akan digelar usai hari raya Idul Fitri 1439 H atau setelah libur Lebaran mendatang.
"Nanti setelah Lebaran saya akan siapkan waktu khusus untuk KPK yang berkaitan dengan Rancangan KUHP," kata Jokowi di Rumah Dinas Ketua MPR RI, Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Baca juga: Pimpinan KPK Tak Puas dengan Penjelasan Pemerintah soal RKUHP
Menurut Jokowi, alasan dirinya akan memberikan waktu khusus untuk lembaga antirasuah itu adalah karena belum adanya titik temu antara KPK dengan pemerintah dan DPR RI.
"Sudah ada proses pembicaraan di Menko Polhukam, tapi karena memang dari KPK menyampaikan ingin bertemu, ya nanti setelah Lebaran saya akan atur," ujar Jokowi.
Sebelumnya, KPK mengaku masih ada perbedaan sikap antara pemerintah dan DPR terkait pengaturan tindak pidana korupsi dalam RKUHP.
"Kami masih seperti dalam posisi itu (menolak). Kami kalau diizinkan akan berkomunikasi dengan Bapak Presiden langsung," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Ia mengatakan, KPK bersikeras menolak pengaturan pidana korupsi dalam RKUHP lantaran dinilai mengancam kewenangan mereka dalam menindak kasus korupsi.
Baca juga: Muhammadiyah Nilai Pasal Korupsi di RKUHP sebagai Operasi Senyap Lemahkan KPK
Agus menyatakan, KPK hingga saat ini masih menunggu jadwal dari Presiden untuk pertemuan tersebut.
Saat ditanya apakah KPK yakin akan mendapat dukungan dari Presiden, ia menjawab, akan menyampaikan terlebih dahulu maksud KPK yang bersikeras menolak diaturnya pidana korupsi dalam RKUHP.
Tak berbeda, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, KPK secara kelembagaan menolak tindak pidana korupsi diatur dalam pasal-pasal pada RKUHP.
KPK meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP.
Menurut dia, jika korupsi diatur dalam KUHP ada sejumlah persoalan yang berisiko bagi KPK maupun aktivitas pemberantasan korupsi di masa depan. Salah satunya adalah wewenang KPK.