Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Tak Puas dengan Penjelasan Pemerintah soal RKUHP

Kompas.com - 07/06/2018, 17:41 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menyatakan pihaknya belum puas dengan penjelasan yang diberikan pemerintah terkait pengaturan pidana korupsi di Rancangan KUHP (RKUHP).

Ia menilai penjelasan pemerintah sama sekali tak memasukan usulan KPK dan malah menimbulkan banyak pertanyaan.

"Contohnya ada beberapa pasal yang diatur dalam Undang-undang Tipikor dan KUHP. Jadi mana yang berlaku? Katanya mereka memperlakukan itu adalah yang lex specialis, yaitu undang-undang Tipikor. Tetapi ada juga asas hukum yang lain kan," kata Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6/2018).

Baca juga: Wiranto Akan Rapat Koordinasi dengan KPK Bahas Polemik RKUHP

Asas hukum yang dimaksud Laode yakni lex posterior derogat legi priori yang berarti hukum yang baru menggantikan hukum yang lama.

Dengan demikian, begitu berbagai ketentuan pidana korupsi dalam R-KUHP disahkan, maka bisa mengesampingkan ketentuan pidana dalam UU Tipikor.

Padahal, menurut Laode, ketentuan pidana dalam UU Tipikor lebih efektif untuk memberantas korupsi daripada ketentuan yang diusulkan dalam RKUHP.

Baca juga: Muhammadiyah Nilai Pasal Korupsi di RKUHP sebagai Operasi Senyap Lemahkan KPK

Ia menambahkan, pengaturan pidana korupsi dalam RKUHP juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab nantinya dalam satu ketentuan pidana korupsi bisa berada dalam dua undang-undang yakni Tipikor dan KUHP.

Laode memahami, pemerintah menyatakan dalam tindak pidana khusus, KUHP tetap menyerahkan pada undang-undang yang bersifat lex specialis yakni Undang-undang Tipikor.

Namun, pernyataan pemerintah itu jika dihadapkan dengan asas hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Baca juga: Pimpinan KPK Berharap Bisa Bertemu Presiden Jokowi Bahas RKUHP

"Jadi misalnya nih, kalau kita mau menetapkan seseorang jadi tersangka. Misalnya pasal 2 dan pasal 3, ada di dalam KUHP dan juga Undang-undang Tipikor. Terus kami mau dakwakan yang mana? Yang Tipikor atau KUHP?" lanjut dia.

Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM menggelar konferensi pers terkait polemik R-KUHP.

Dalam konferensi pers tersebut, pemerintah menjamin penanganan korupsi tetap mengacu pada Undang-undang Tipikor yang bersifat lex specialis meskipun nantinya sudah diatur dalam KUHP.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Pagi berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com