Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Berharap Eks HTI Masuk Parpol atau Ormas Agama yang Tidak Kontra Pancasila

Kompas.com - 07/05/2018, 18:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) diminta berorganisasi yang tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan.

Hal itu menyikapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menilai sah pencabutan status badan hukum HTI oleh pemerintah.

"Karena ini sudah diputuskan, baik di MK maupun di PTUN, seyogyanya eks HTI segera kembali untuk berorganisasi seperti biasa saja," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden Bogor, Senin (7/5/2018).

Baca juga : PTUN Tolak Gugatan HTI

Pramono menyarankan, eks anggota HTI meleburkan diri ke partai politik atau ormas keagamaan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

"Bergabung dengan partai siapapun, ya monggo, bergabung dengan ormas keagamaan juga monggo, yang penting sebagai elemen bangsa, mereka bersama-sama untuk membangun bangsa ini. Itu harapan kami," ujar Pramono.

Ia mengapresiasi keputusan PTUN tersebut. Artinya langkah pemerintah membubarkan HTI sudah tepat.

"Ini menunjukan apa yang dilakukan pemerintah itu sudah benar. Karena indikasi terhadap ketidakpatuhan, ketidaktaatan terhadap ideologi Pancasila itu nampak dan terbuka," ujar Pramono.

Baca juga : Hakim: HTI Terbukti Ingin Mendirikan Negara Khilafah di NKRI

PTUN Jakarta menolak gugatan HTI terkait pencabutan status badan hukumnya oleh pemerintah.

Dalam pertimbangannya, Majelis hakim menilai HTI terbukti menyebarkan khilafah yang bertentangan dengan Pancasila.

Dalam Undang-Undang tentang Ormas sudah mengatur bahwa ormas yang bertentangan dengan Pancasila akan dikenakan sanksi pencabutan status badan hukum.

Baca juga : Hakim: HTI Sudah Salah Sejak Lahir

Menurut majelis hakim, HTI terbukti ingin mendirikan negara khilafah di wilayah NKRI.

Salah satu buktinya adalah buku 'Struktur Negara Khilafah' yang diterbitkan HTI pada tahun 2005.

Menurut Majelis hakim, perjuangan mendirikan khilafah tanpa adanya demokrasi dan pemilu adalah hal yang bertentangan dengan Pancasila.

Aksi dan pemikiran itu sudah tidak dalam konsep nasionalisme.

Sementara itu, pihak HTI akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengaku heran dengan putusan tersebut. Padahal, sebelum dibubarkan, kegiatan dakwah HTI tidak pernah disalahkan atau bahkan dilaporkan.

Ia merasa, sebelum ada SK pembubaran, semuanya baik-baik saja.

"Kita lihat ini sebuah rezim kezaliman, ini rezim yang menindas," kata dia.

Kompas TV HTI menggugat keputusan pemerintah membubarkan organisasi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com