3. Mantan Dewan Pengawas akui Perum PNRI tak mampu kerjakan proyek e-KTP
Yudi Permadi mengakui bahwa Perum PNRI sebenarnya tidak mampu menangani proyek sebesar pengadaan e-KTP.
"Saya agak surprise Perum PNRI dapat proyek besar," ujar Yudi kepada majelis hakim.
Menurut Yudi, sumber daya manusia di PNRI tidak memadai untuk mengerjakan proyek e-KTP. Ia pun telah menyarankan kepada pimpinan PNRI untuk segera memperkuat kemampuan sumber daya manusia.
Menurut Yudi, pimpinan PNRI kemudian mengirim surat kepada Dewan Pengawas bahwa PNRI telah menunjuk konsultan untuk melakukan analisis risiko (risk profile).
4. Setelah diperiksa KPK, Elza Syarief pernah dihubungi istri Setya Novanto
Elza Syarief mengaku pernah dihubungi oleh istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor. Komunikasi melalui pesan WhatsApp tersebut terjadi setelah Elza diperiksa oleh KPK pada 5 April 2017.
Saat itu, Elza diperiksa sebagai saksi terkait kasus pemberian keterangan palsu dengan tersangka Miryam S Haryani. Kemudian, pada 7 April 2017, Deisti mengirim pesan melalui WhatsApp kepada Elza.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) untuk perkara Novanto, Elza mengatakan kepada penyidik bahwa Deisti menyampaikan permintaan Setya Novanto untuk bertemu. Namun, Elza akhirnya tidak jadi bertemu dengan Novanto.
5. Mantan Dirut PNRI tak bisa jawab soal sisa uang Rp 600 miliar terkait e-KTP
Mantan Dirut Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya tak bisa menjawab saat ditanya jaksa soal uang Rp 600 miliar. Menurut jaksa, uang itu merupakan sisa uang negara dalam proyek pengadaan e-KTP.
Menurut jaksa, pemerintah awalnya menyetorkan uang Rp 1,17 triliun kepada Konsorsium PNRI. Kemudian, konsorsium melalui PT Quadra Solution membayarkan sejumlah Rp 400 miliar kepada perusahaan penyedia produk biometrik, Biomorf.
Baca juga : Konsultan Sarankan PNRI Dekati Parpol di DPR untuk Amankan Anggaran E-KTP
Uang Rp 400 miliar itu untuk membayar pembelian produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1. Menurut jaksa, seharusnya masih ada sisa sekitar Rp 600 miliar dari uang yang diberikan pemerintah.
6. Konsultan sarankan PNRI dekati parpol di DPR untuk amankan anggaran e-KTP
Mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya mengaku pernah meminta jasa konsultan untuk menganalisis risiko perusahaannya jika mengerjakan proyek e-KTP. Hasilnya, konsultan menyebut bahwa salah satu risiko yang bisa dihadapi PNRI yakni, anggaran proyek tidak disetujui DPR.
Menurut konsultan, penyebabnya adalah partai politik di DPR. Hal itu dikhawatirkan bisa menyebabkan tidak adanya perpanjangan proyek.
Kemudian, konsultan menyarankan agar PNRI atau konsorsium membangun hubungan proaktif dengan anggota DPR. Hal itu untuk memastikan PNRI mendapat informasi apabila anggaran tidak disetujui.
Jaksa KPK Abdul Basir merasa heran, sebab tidak ada kaitannya PNRI dengan pembahasan anggaran di DPR. Jaksa menduga hasil analisis konsultan terkait risiko politik itu terkait informasi soal suap kepada anggota DPR.
Namun, kecurigaan jaksa itu dibantah oleh Isnu. Menurut Isnu, masalah anggaran adalah kewenangan pemerintah dan DPR.