Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Fakta Sidang soal Rencana Kongkalikong Proyek E-KTP

Kompas.com - 27/02/2018, 09:52 WIB
Abba Gabrillin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

3. Mantan Dewan Pengawas akui Perum PNRI tak mampu kerjakan proyek e-KTP

Yudi Permadi mengakui bahwa Perum PNRI sebenarnya tidak mampu menangani proyek sebesar pengadaan e-KTP.

"Saya agak surprise Perum PNRI dapat proyek besar," ujar Yudi kepada majelis hakim.

Menurut Yudi, sumber daya manusia di PNRI tidak memadai untuk mengerjakan proyek e-KTP. Ia pun telah menyarankan kepada pimpinan PNRI untuk segera memperkuat kemampuan sumber daya manusia.

Menurut Yudi, pimpinan PNRI kemudian mengirim surat kepada Dewan Pengawas bahwa PNRI telah menunjuk konsultan untuk melakukan analisis risiko (risk profile).

4. Setelah diperiksa KPK, Elza Syarief pernah dihubungi istri Setya Novanto

Elza Syarief mengaku pernah dihubungi oleh istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor. Komunikasi melalui pesan WhatsApp tersebut terjadi setelah Elza diperiksa oleh KPK pada 5 April 2017.

Saat itu, Elza diperiksa sebagai saksi terkait kasus pemberian keterangan palsu dengan tersangka Miryam S Haryani. Kemudian, pada 7 April 2017, Deisti mengirim pesan melalui WhatsApp kepada Elza.

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) untuk perkara Novanto, Elza mengatakan kepada penyidik bahwa Deisti menyampaikan permintaan Setya Novanto untuk bertemu. Namun, Elza akhirnya tidak jadi bertemu dengan Novanto.

5. Mantan Dirut PNRI tak bisa jawab soal sisa uang Rp 600 miliar terkait e-KTP

Mantan Dirut Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya tak bisa menjawab saat ditanya jaksa soal uang Rp 600 miliar. Menurut jaksa, uang itu merupakan sisa uang negara dalam proyek pengadaan e-KTP.

Menurut jaksa, pemerintah awalnya menyetorkan uang Rp 1,17 triliun kepada Konsorsium PNRI. Kemudian, konsorsium melalui PT Quadra Solution membayarkan sejumlah Rp 400 miliar kepada perusahaan penyedia produk biometrik, Biomorf.

Baca juga : Konsultan Sarankan PNRI Dekati Parpol di DPR untuk Amankan Anggaran E-KTP

Uang Rp 400 miliar itu untuk membayar pembelian produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1. Menurut jaksa, seharusnya masih ada sisa sekitar Rp 600 miliar dari uang yang diberikan pemerintah.

6. Konsultan sarankan PNRI dekati parpol di DPR untuk amankan anggaran e-KTP

Mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya mengaku pernah meminta jasa konsultan untuk menganalisis risiko perusahaannya jika mengerjakan proyek e-KTP. Hasilnya, konsultan menyebut bahwa salah satu risiko yang bisa dihadapi PNRI yakni, anggaran proyek tidak disetujui DPR.

Menurut konsultan, penyebabnya adalah partai politik di DPR. Hal itu dikhawatirkan bisa menyebabkan tidak adanya perpanjangan proyek.

Kemudian, konsultan menyarankan agar PNRI atau konsorsium membangun hubungan proaktif dengan anggota DPR. Hal itu untuk memastikan PNRI mendapat informasi apabila anggaran tidak disetujui.

Jaksa KPK Abdul Basir merasa heran, sebab tidak ada kaitannya PNRI dengan pembahasan anggaran di DPR. Jaksa menduga hasil analisis konsultan terkait risiko politik itu terkait informasi soal suap kepada anggota DPR.

Namun, kecurigaan jaksa itu dibantah oleh Isnu. Menurut Isnu, masalah anggaran adalah kewenangan pemerintah dan DPR.

Kompas TV Agenda sidang Setya Novanto masih seputar pemeriksaan saksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com