Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Novanto Dinilai Contoh Terburuk

Kompas.com - 15/11/2017, 19:14 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai ketidakhadiran Ketua DPR Setya Novanto memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sudah sangat keterlaluan.

"Absen empat kali untuk menjalani proses penegakan hukum yang merupakan kewajiban setiap warga negara merupakan contoh paling buruk dari sekian banyak contoh negatif DPR umumnya," kata Lucius melalui pesan singkat, Rabu (15/11/2017).

Ia mengatakan, meski Novanto sudah menyodorkan alasan untuk membenarkan ketidakhadirannya, itu hanya dinilai publik sebagai pembenaran atau rasionalisasi.

Lucius menyatakan ketidakhadiran Novanto kali ini justru semakin membuat citra dirinya negatif di mata publik.

(Baca juga : Kapan KPK Akan Panggil Paksa Setya Novanto?)

"Dia sesungguhnya bisa saja memutuskan berdasarkan kebajikan personalnya sebagai seorang pemimpin yang tak hanya melihat proses hukum semata-mata sebagai sesuatu yang prosedural, tetapi merupakan jalan utama dalam mencari keadilan," papar Lucius.

"Kalau ke penegak hukum saja dia tak berani bertanggung jawab, bagaimana rakyat masih punya harapan bahwa wakilnya tersebut masih bisa dipercaya melakukan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat," lanjut Lucius.

Ketua DPR Setya Novanto tidak hadir pemeriksaan dalam kasus korupsi e-KTP.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, surat ketidakhadiran dikirim pengacara Novanto ke bagian persuratan KPK pagi ini.

Surat baru kami terima pagi di bagian persuratan KPK. Pihak pengacara SN mengirimkan pemberitahuan SN tidak bisa hadir," kata Febri saat dikonfirmasi, Rabu (15/11/2017).

(Baca juga : Fahri Hamzah Nilai Sikap Novanto Sebagai Pembalasan bagi KPK)

KPK sebelumnya kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada Jumat lalu. Sebab, Ketua Umum Partai Golkar itu sebelumnya lolos dari status tersangka setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Diduga, akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Pasal yang disangkakan terhadap Novanto yakni Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

Kompas TV JK menghargai adanya jalur hukum yang ditempuh Setnov, termasuk uji materi UU KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com