Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Yakin Novanto Kooperatif meski Berulang Kali Tak Penuhi Panggilan KPK

Kompas.com - 07/11/2017, 11:14 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Golkar Yahya Zaini yakin Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto kooperatif terkait proses hukum yang tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP

Meskipun, Novanto kerap tak memenuhi panggilan. Terakhir, Novanto tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi pada Senin (6/11/2017).

Melalui surat Sekretariat Jenderal DPR, ia beralasan pemanggilannya harus dengan izin Presiden. 

"Sebetulnya dia sangat kooperatif. Kalau tidak ada alasan (absen) yang sangat mendasar kan datang," kata Yahya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Baca: Pengacara Sebut SPDP Atas Nama Setya Novanto "Hoax"

Menurut dia, Novanto akan memenuhi panggilan baik pemeriksaan di KPK maupun di pengadilan jika tak ada kesibukan lain.

Ia mencontohkan, kehadiran Novanto pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beberapa hari lalu.

Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi NarogongKOMPAS.com/Andreas Lukas Altobeli Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong

Mengenai surat yang dikirimkan DPR kepada KPK terkait pemanggilan Novanto, Yahya mengaku tak dimintai saran sebagai staf khusus. Ia juga mengaku tak tahu soal surat itu.

"Saya tidak tahu itu karena saya tidak diajak untuk menyusun. Itu BKD (Badan Keahlian DPR) kelihatannya yang bersurat," kata dia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto, Senin (6/11/2017), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Merespons panggilan ini, DPR mengirimkan surat kepada KPK yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin dari Presiden.

Baca: Benarkah KPK Butuh Izin Presiden untuk Periksa Setya Novanto?

KPK sebelumnya memanggil Novanto untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi bagi Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, salah satu tersangka kasus e-KTP.

Nama Setya Novanto muncul dalam persidangan kasus e-KTP, untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, Jumat (3/11/2017).

Adapun aturan mengenai pemanggilan anggota DPR tersebut pernah diuji ke Mahkamah Konstitusi. Ketentuan itu tercantum pada pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang mengatur, "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".

Pada surat dari DPR RI ditegaskan juga berdasarkan Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015 maka wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR RI harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu.

Namun, Pakar Tata Hukum Negara Refly Harun menilai Novanto telah melakukan blunder. Sebab, dalam pada Pasal 245 ayat (3) huruf c disebutkan bahwa ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com