JAKARTA, KOMPAS.com - Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan rekaman sebagai bukti dalam sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto.
KPK juga ingin memutar rekaman tersebut dalam persidangan.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, rekaman tersebut berkaitan dengan pembuktian keterlibatan pihak terkait yang menjadi landasan menetapkan Novanto sebagai tersangka.
"Tentu seijin yang mulia diberi kesempatan untuk suara atau rekaman diperdengarkan," ujar Setiadi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017) malam.
(baca: Nurdin: Saya Yakin Novanto Tak Akan Mengorbankan Golkar)
Namun, permintaan tersebut langsung ditolak oleh tim pengacara Novanto. Ketut Mulya Arsana keberatan rekaman tersebut diputar karena dianggap sudah masuk materi pokok perkara.
Ia mengatakan, pengujian alat bukti bukan ranah praperadilan, melainkan pengadilan pokok perkara.
"Kalau kita perdengarkan bukti, menurut kami jauh, itu repot. Bagi kami suatu pelanggaran hukum," kata Ketut.
(baca: Kamis, Golkar Dengar Jawaban Novanto soal Rekomendasi Plt Ketum)
Setiadi menyanggah keberatan pengacara Novanto. Rekaman tersebut merupakan salah satu bukti permulaan yang diatur dalam undang-undang.
Bukti tersebut, kata Setiadi, didapatkan jauh sebelum menetapkan Novanto sebagai tersangka. Rekaman itu bisa diuji untuk memutuskan apakah sah atau tidak penetapan KPK.
Namun, ia tidak menjelaskan rekaman yang dimaksud.
"Masalah keberatan dan tidak setuju itu hak pemohon. Dan kami akan sampaikan dalam kesimpulan bukti rekaman itu," kata Setiadi.
(baca: Beredar Foto Setya Novanto di RS, KPK Minta Bantuan Pemeriksaan IDI)
Ketut kembali menanggapi pernyataan Setiadi. Menurut dia, jika rekaman diputar, maka akan terbentuk opini publik.