JAKARTA, KOMPAS.com - Memorandun of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman tiga lembaga penegak hukum, yakni Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut disinggung dalam rapat tertutup Komisi III dan Kejaksaan.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, ada anggota komisi yang mempersoalkan MoU tersebut, terutama kesepakatan terkait penggeledahan dan penangkapan yang harus dilaporkan kepada pimpinan masing-masing lembaga.
"Tapi dari beberapa kasus itu dilanggar atau tidak, ada. Itu yang dipertanyakan," kata Bambang, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Selain itu, kata Bambang, salah seorang anggota juga mempertanyakan sikap Kejaksaan Agung yang seolah "lembek" dalam menghadapi pelanggaran MoU yang sudah disepakati bersama.
Baca: "KPK Harusnya Tiru Pemberantasan Korupsi di Korsel dan Thailand..."
MoU tersebut dikhawatirkan hanya sebatas pencitraan.
Itu juga nanti kami akan menanyakan nasib MOU. Apakah hanya pencitraan di atas kertas atau dilakukan atau dilaksanakan," kata Politisi Partai Golkar itu.
Secara terpisah, Anggota Komisi III DPR Agun Gunandjar Sudarsa mempersoalkan ketentuan MoU yang tak dijalankan.
Agun, yang juga Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK, mendapatkan informasi tersebut dari hasil RDP dengan berbagai organisasi profesi dari hakim, jaksa, dan kepolisian, Senin (4/9/2017).
Baca: Ada Korupsi di Kementeriannya, Menhub Minta Maaf kepada Rakyat Indonesia
Ia menyinggung soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap dua jaksa Kejaksaan Negeri Pamekasan.
Keduanya ikut terjaring OTT, tetapi akhirnya dilepaskan karena tak terlibat.
"Ada dua jaksa yang ternyata (KPK) main angkut begitu saja, diborgol dan dibawa sampai Jakarta ternyata tidak terkait, dipulangkan. Sementara opini publik kan sudah rusak," kata dia.
Adapun, salah satu kesepakatan adalah soal penggeledahan personel penegak hukum yang diduga terkait kasus hukum. Pimpinan personel itu juga harus diberitahu soal penggeledahan.