Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

F-Gerindra: 'Presidential Threshold' Bertentangan dengan UU

Kompas.com - 20/07/2017, 14:46 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR Ahmad Muzani menyampaikan, pihaknya memandang pemilu serentak 2019 tidak bisa lagi menggunakan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential Threshold).

Pasalnya, pemilu presiden dan pemilu legislatif 2019 digelar serentak.

Di sisi lain, hasil perolehan suara pemilu legislatif 2014 sudah digunakan untuk Pemilu Presiden 2014.

Dengan demikian, menurut Gerindra, hasil Pileg 2014 tidak bisa dipakai lagi dalam Pilpres 2019.

"Apakah mungkin, tiket yang sudah kita robek untuk pertunjukan pesta demokrasi tahun 2014, mau kita gunakan pada pesta demokrasi berikutnya?" kata Ahmad saat menyampaikan pandangan mini Fraksi Gerindra terkait RUU Pemilu dalam Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

"Logika ini yang selalu kami pertanyakan. Bukan soal threshold-nya. (Tetapi) Penggunaan dua kali yang dalam pandangan kami, ini belum sesuai dan bahkan bertentangan dengan Undang-undang yang ada," tambah Ahmad.

(baca: Debat Presidential Threshold Mengerucut Dua Opsi, Akan Ada Kompromi?)

Ahmad menambahkan, pihaknya menginginkan proses demokrasi dilakukan dengan landasan yang konstitusional.

"Jika ini diteruskan, threshold 10 persen atau 15 persen atau 20 persen atau 25 persen, menurut pandangan Partai Gerindra ini tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Undang-undang," ucapnya.

Akan tetapi, lanjutnya, apabila dalam sidang paripurna ini masih ada perbedaan pandangan antara fraksi di DPR, Gerindra mengedepankan musyawarah mufakat untuk pengambilan keputusan.

"Namun, jika forum ini berkehendak voting, Partai Gerindra tetap berpandangan ambang batas presiden tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Undang-undang. Kami tidak ingin Pemilu 2019 dicederai dengan pandangan-pandangan inkonstitusional," pungkasnya.

DPR akan melakukan pengambilan keputusan terhadap lima isu krusial RUU pada rapat paripurna DPR, Kamis.

Selain presidential threshold, empat isu lain, yakni parliamentary threshold, sebaran kursi perdaerah pemilihan, metode konversi suara, dan sistem pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com