Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persatuan Indonesia dalam Ujian

Kompas.com - 24/05/2017, 21:37 WIB

oleh: M Alfan Alfian

Harian Kompas (14/5/2017) merangkum sejumlah pendapat para tokoh nasional dalam merespons berbagai fenomena kebangsaan belakangan ini, dengan pesan utama agar "semua anak bangsa menahan diri".

Caranya, terutama dengan "tidak lagi menggelar aksi massa", mengingat hal demikian rentan memicu kondisi yang justru semakin membelah bangsa. Elite pemerintahan, partai politik, organisasi kemasyarakatan, tokoh bangsa, dan tokoh pemuda hendaknya segera menghentikan sikap saling berhadapan.

Rangkuman pendapat tersebut pada intinya mengisyaratkan bahwa persatuan Indonesia tengah menghadapi ujian berat di zaman kita. Kegelisahan terhadap ancaman disintegrasi bangsa, terkait berbagai kejadian belakangan ini, hendaknya dapat diambil pelajarannya oleh semua pihak. Potensi konflik sosial yang lebih luas sebagai dampak residu konflik politik nasional seusai Pilpres 2014, pasca-Pilkada DKI Jakarta 2017, maupun setelah vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama tidak boleh dibiarkan lepas kendali.

Pengelolaan manajemen kebangsaan, memang terutama menjadi tanggung jawab negara, tetapi tentu saja juga seluruh komponen bangsa Indonesia yang plural ini. Menahan diri, mencari jalan keluar bersama- sama dalam semangat hikmat kebijaksanaan dan persatuan Indonesia, semakin urgen untuk diprioritaskan.

Dinamika kehidupan bangsa yang sejak kemerdekaan meniscayakan penerapan sistem demokrasi yang kontestatif, lazim diakhiri oleh ikhtiar mempertegas kembali titik-titik temu kebangsaan. Konsensus kebangsaan tentu lebih utama ketimbang konflik yang terus terpelihara.

Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Praktik demokrasi politik kontestatif di tengah masyarakat majemuk, bagaimanapun, selalu berhadapan dengan risiko menajamnya konflik akibat politisasi identitas.

Dalam kadar yang normal, kontestasi identitas lumrah saja apabila dikaitkan dengan konteks hak warga negara untuk menjadi pemilih model sosiologis. Berbeda dengan model psikologis yang mengidentifikasi dirinya dengan partai politik tertentu dan model pilihan rasional atau ekonomi politik, pemilih model sosiologis ditentukan oleh karakter sosiologis pemilih, terutama kelas sosial, agama, maupun etnis, kedaerahan atau bahasa (Mujani, Liddle dan Ambardi, 2011).

(Baca juga: Ujian Demokrasi dan Kebangsaan Kita)

Politisasi identitas

Sejumlah analisis Pilkada DKI Jakarta 2017 menggarisbawahi semakin menguatnya fenomena politisasi identitas keagamaan pascatersebarnya pidato Basuki di Kepulauan Seribu.

Munculnya aksi 212 dan sejenisnya telah berimplikasi politis bagi penguatan sentimen identitas keagamaan dalam kontestasi Pilkada DKI 2017, kendatipun fenomena demikian segera menuai respons-meminjam Manuel Castells (1997)-politik "identitas perlawanan" (resistance identity) dari para penentangnya.

Karena itu, labirin politisasi identitas semakin rumit sekarang. Kontestasi politik identitas, kenyataannya tidak segera mereda pasca-Pilkada DKI 2017, melainkan cenderung meningkat terutama setelah vonis terhadap Basuki yang memperoleh respons luas di berbagai daerah.

Radikalisasi politik identitas yang bertendensi etnisitas bahkan telah merambah hingga ke daerah di luar Jakarta. Misalnya, ketika Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berkunjung ke Sulawesi Utara menuai penolakan masif dan menegangkan di Bandara Sam Ratulangi Manado. Jor-joran massa memang tengah menggejala dewasa ini, dan sayangnya fenomena demikian mempertegas polarisasi politik yang berpotensi pada konflik sosial yang mengancam masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam konteks inilah semua pihak harus belajar. Konflik yang muncul sebagai dampak politisasi identitas itu jauh lebih berbahaya ketimbang konflik-konflik politik pragmatis. Identitas keagamaan dan etnisitas merupakan jenis yang dampak politisasinya sangat fatal.

Huntington (2004) mencatat, sesungguhnya identitas merupakan sesuatu yang dikonstruksikan (be constructed), di mana identitas ganda (multiple identities) dimungkinkan terjadi, mengingat identitas merupakan produk interaksi yang penonjolannya bersifat situasional. Politisasinya telah memancing penonjolan identitas secara konfrontatif dan polarisatif.

Halaman:


Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com