Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/05/2017, 22:38 WIB

Disahkannya penggunaan hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (28/4/2017), sangat kontroversial.

Bukan hanya karena keributan yang terjadi lantaran keputusan tidak diambil secara demokratis. Akan tetapi, secara substansi penggunaan hak angket ini juga terlihat sangat diwarnai kepentingan DPR untuk melindungi anggota-anggotanya dari jerat hukum.

Hak angket ini dilakukan terhadap Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan dipicu oleh penolakan KPK atas permintaan Komisi III DPR untuk menyerahkan rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani, anggota DPR dari Partai Hanura, setelah rapat dengar pendapat DPR dengan KPK pada 17-18 April 2017.

Pemeriksaan itu terkait penyebutan nama-nama anggota Komisi III DPR yang-menurut penyidik KPK-menekan Miryam agar mencabut keterangannya dalam kasus KTP elektronik (KTP-el).

Hak angket dan politik

Secara undang-undang, hak angket memang dimiliki oleh DPR untuk melaksanakan fungsi pengawasan lembaga legislatif. Hak angket DPR merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang serta kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak angket diatur dalam Pasal 70 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Bersama dengan hak angket, tersedia pula hak bertanya atau interpelasi dan hak menyatakan pendapat.

Kita bisa berdebat soal "pelaksanaan suatu undang-undang serta kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat".

Penafsiran atas suatu pasal memang bisa dibahas panjang lebar, tetapi penting untuk melihat konsep dan tujuan hak angket ini serta penerapannya pada kasus KTP-el untuk menilai ketepatan penggunaannya.

Perbedaan besar antara hak angket dan kerja-kerja lain dalam fungsi pengawasan DPR sehari-hari terletak pada kekuatan memaksa yang dimiliki dalam pelaksanaan hak angket.

Berbeda dengan rapat-rapat biasa dalam rangka fungsi pengawasan DPR, dalam hak angket, DPR bisa memaksa lembaga yang diperiksa menyerahkan dokumen dan memaksa saksi-saksi untuk hadir.

Perbedaan kedua terletak pada opini publik yang terbentuk. Hak angket secara politik dapat membentuk opini masyarakat karena skala kerjanya yang besar. Keluarannya biasanya berupa kesimpulan dan rekomendasi. Misalnya hak angket Bank Century pada 2010 yang berakhir dengan voting untuk menyatakan dana talangan Bank Century menyimpang.

Perlu dicatat, sebagian besar rekomendasi hak angket Bank Century tidak terlalu efektif apabila dibandingkan dengan "drama" dan ongkos pelaksanaan hak angket itu sendiri.

Penting untuk digarisbawahi, hak ini tidak termasuk dalam rangkaian proses peradilan (pro justitia). Tujuan utama hak angket memang biasanya untuk memberi tekanan politik. Hak DPR untuk menyelidiki, dan bisa diikuti dengan menyatakan pendapat, dibutuhkan oleh lembaga legislatif mana pun dengan pijakan dasar perannya sebagai lembaga yang mewakili rakyat.

Dalam sistem parlementer, biasa dikenal dengan nama "parliamentary questioning". Sementara dalam sistem presidensial, kita bisa melihatnya pada "house inquiry" di AS sewaktu Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dicecar pertanyaan karena serangan di Benghazi 2012.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertemu Mendagri Tito, Menpan-RB Apresiasi Capaian Reformasi Birokrasi Kemendagri

Bertemu Mendagri Tito, Menpan-RB Apresiasi Capaian Reformasi Birokrasi Kemendagri

Nasional
Soal Pengusungan Anies-Sohibul, PKB Ingatkan PKS Jangan 'Bypass'

Soal Pengusungan Anies-Sohibul, PKB Ingatkan PKS Jangan "Bypass"

Nasional
Jaksa KPK: Surat Tuntutan SYL dkk Setebal 1.576 Halaman

Jaksa KPK: Surat Tuntutan SYL dkk Setebal 1.576 Halaman

Nasional
Zulhas Disebut Akan Dipilih Secara Aklmasi untuk Kembali Pimpin PAN

Zulhas Disebut Akan Dipilih Secara Aklmasi untuk Kembali Pimpin PAN

Nasional
MPR RI Pastikan Amendemen UUD 1945 Tidak Bisa Dilakukan Periode Ini

MPR RI Pastikan Amendemen UUD 1945 Tidak Bisa Dilakukan Periode Ini

Nasional
Pegawai Kemenkominfo yang Kedapatan Main Judi Online Terancam Dipecat

Pegawai Kemenkominfo yang Kedapatan Main Judi Online Terancam Dipecat

Nasional
Menkominfo, Kepala BSSN dan Sejumlan Menteri Lain Dipanggil Jokowi, Bahas Peretasan PDN

Menkominfo, Kepala BSSN dan Sejumlan Menteri Lain Dipanggil Jokowi, Bahas Peretasan PDN

Nasional
Menkominfo dan BSSN Beda Suara soal Pengungkapan Peretas PDN

Menkominfo dan BSSN Beda Suara soal Pengungkapan Peretas PDN

Nasional
Menkominfo Sebut Banyak Instansi Tak 'Back Up' Data PDN Sebab Anggaran

Menkominfo Sebut Banyak Instansi Tak "Back Up" Data PDN Sebab Anggaran

Nasional
PAN Bantah Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

PAN Bantah Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Maju Pilkada Jakarta

Nasional
Komisi I DPR Desak Pemerintah Cari Pelaku Peretasan PDN

Komisi I DPR Desak Pemerintah Cari Pelaku Peretasan PDN

Nasional
Wakil Ketua MPR Sebut Prabowo Akan Dilantik sebagai Presiden di Jakarta, Bukan IKN

Wakil Ketua MPR Sebut Prabowo Akan Dilantik sebagai Presiden di Jakarta, Bukan IKN

Nasional
Kerentanan Pertahanan dan Keamanan Siber Nasional yang Tak Dibenahi

Kerentanan Pertahanan dan Keamanan Siber Nasional yang Tak Dibenahi

Nasional
Jokowi Akan Hadiri Sidang Tahunan MPR RI 16 Agustus 2024 di Senayan

Jokowi Akan Hadiri Sidang Tahunan MPR RI 16 Agustus 2024 di Senayan

Nasional
Prabowo Akan Upacara HUT ke-79 RI di IKN Bareng Jokowi

Prabowo Akan Upacara HUT ke-79 RI di IKN Bareng Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com