JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu tetap optimistis pembentukan Panitia Khusus (Pansus) hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat terlaksana.
Masinton meyakini itu meskipun sejumlah fraksi belakangan menolak usulan hak angket tersebut.
Adapun Masinton merupakan anggota Komisi III DPR yang menjadi salah satu pengusul hak angket.
"Saya tetap optimistis karena kan pandangan fraksi-fraksi nanti saat persidangan dimulai," kata Masinton saat dihubungi, Jumat (5/5/2017).
(baca: Ramai-ramai "Balik Badan" Tolak Hak Angket KPK)
Masinton menuturkan, sikap-sikap fraksi yang beredar di media massa belum merupakan sikap resmi fraksi.
Sikap resmi fraksi di DPR baru dapat diketahui pada pembukaan masa sidang DPR 18 Mei 2017.
Adapun mengenai kekhawatiran sejumlah pihak bahwa hak angket tersebut bisa melebar ke hal-hal lainnya, Masinton membantahnya. Ia meyakini pansus akan fokus pada tujuan awal pengajuan angket.
(baca: Melebar, Hak Angket KPK Tak Hanya Bahas soal Rekaman Miryam)
"Lihat saja pansus-pansus sebelumnya, Pelindo II, misalnya. Enggak melebar kemana-kemana fokus pada pendalaman persoalan di Pelindo II," ucap Anggota DPR dari daerah pemilihan DKI Jakarta II itu.
"Jadi enggak perlu ada yang dikhawatirkan dengan angket ini. Ini kan cuma hak pengawasan terhadap sebuah institusi yang melaksanakan perundang-undangan," tuturnya.
Setelah usulan hak angket disetujui DPR, ada enam fraksi yang belakangan menolak, yakni Gerindra, PKB, Demokrat, PAN, PPP, dan PKS.
Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
(baca: 6 Fraksi Tolak Hak Angket, Fahri Tetap Ingin Pansus KPK Dibentuk)
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa politisi Partai Hanura Miryam S Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam,yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Penggunaan hak angket kemudian digulirkan hingga akhir disahkan DPR.
DPR lalu dikritik banyak pihak. Langkah DPR itu dianggap tidak terlepas dari dugaan sejumlah anggota DPR menerima duit hasil korupsi e-KTP.