JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi harus bersinergi dengan Kejaksaan Agung dan Polri dalam menangani kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Yenny menganggap beban KPK akan begitu berat jika menangani kasus ini sendirian.
"Kita tidak ingin KPK saja yang melakukan. Pencegahan korupsi adalah tugas beberapa penegak hukum yang harus duduk bersama untuk menindaklanjuti BLBI," ujar Yenny di Seknas Fitra, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Yenny menduga tidak hanya satu atau dua pihak yang "bermain" dalam pemberian SKL atas BLBI.
Sementara itu, KPK butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya berhasil menetapkan satu tersangka, yaitu mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Temenggung.
(Baca juga: Ini Sosok Syarifuddin Temenggung, Tersangka Perdana Kasus BLBI...)
Kejaksaan sebelumnya pernah menangani delapan kasus terkait BLBI. Namun, sebagian besar tidak ada tindak lanjut secara hukum.
Kepolisian juga menangani delapan kasus, di mana hanya satu perkara yang sudah jatuh vonis dan menghukum pemegang saham bernama David Nusa Wijaya dan Tarunodjojo.
"Di kejaksaan dan kepolisian ada yang menguap, tidak dilanjutkan. KPK punya tantangan besar untuk menyelesaikan ini," kata Yenny.
(Baca juga: Kronologi Timbulnya Kerugian Negara dalam Kasus Penerbitan SKL BLBI)
Yenny berharap nantinya koordinasi dan supervisi yang terjalin antara tiga penegak hukum itu bisa lebih optimal. Jangan sampai cara penanganan kasus BLBI terdahulu, terulang lagi di kemudian hari.
"Ini salah satu PR Jokowi untuk mendudukkan aparat penegak hukum, prioritasnya KPK yang sudah mentersangkakan satu orang," kata Yenny.
"Paling tidak Jokowi mendudukkan penegak hukum lainnya agar beberapa obligor bisa tertangani," ujar dia.