Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Pertembakauan: Ke Mana Arah Pemerintah Berpihak?

Kompas.com - 06/03/2017, 01:07 WIB

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia tengah menghadapi transisi epidemiologi di mana beban penyakit yang mendominasi telah bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Hal ini menjadi tantangan kesehatan masyarakat dan beban ekonomi yang tidak kecil.

Di tahun 1990-an lima besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia masih infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), tuberkulosis, diare, stroke, dan kecelakaan lalu lintas. Tahun 2010-an posisi itu berubah menjadi stroke, tuberkulosis, kecelakaan lalu lintas, diare, dan penyakit jantung iskemik. Di tahun 2015 penyebab kesakitan dan kematian terbesar ialah stroke, kecelakaan lalu lintas, jantung iskemik, kanker, dan diabetes melitus.
 
Perubahan pola penyakit itu tidak bisa dilepaskan dari perilaku hidup masyarakat yang tidak sehat. Diet yang terlalu banyak karbohidrat dan lemak, konsumsi sayur dan buah yang sedikit, rendahnya aktivitas fisik, merokok, dan konsumsi alkohol menjadi faktor risiko yang membentuknya.
 
Salah satu faktor risiko yang pengaruhnya terhadap terjadinya penyakit tidak menular sangat besar ialah merokok. Sejumlah penyakit seperti stroke, jantung dan pembuluh darah, kanker paru, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) berkaitan erat dengan kebiasaan.
 
Memang, merokok adalah faktor risiko, bukanlah penyebab penyakit tidak menular, ada faktor lain yang turut berkontribusi. Namun, melalui beribu penelitian ilmiahnya sejak tahun 1950-an ahli kesehatan masyarakat dan kedokteran di berbagai negara berkesimpulan bahwa merokok adalah faktor risiko yang sangat kuat terhadap terjadinya penyakit tidak menular.
 
Selain menjadi faktor risiko penyakit, merokok juga bisa memperparah kondisi penyakit seseorang. Misalnya, merokok meningkatkan angka kekambuhan penyakit asma.
Pengobatan penyakit tidak menular yang tinggi menyebabkan beban ekonomi penyakit tidak menular sangat tinggi. Dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pun tergerus oleh penyakit katastropik ini. Sekitar 20 persen setiap tahunnya dana BPJS Kesehatan tersedot untuk membiayai penyakit katastropik.
 
Diperlukan kebijakan untuk mengendalikan secara ketat konsumsi rokok. Pengendalian konsumsi ini bukan berarti merokok dilarang, menanam tembakau dilarang, atau memproduksi rokok juga dilarang. Rokok adalah barang legal yang abnormal. Oleh karena itu, konsumsinya perlu dikendalikan.
 
Alih-alih memperkuat kebijakan pengendalian rokok, Dewan Perwakilan Rakyat RI justru mengusulkan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang ditengarai mengakomodasi kepentingan industri rokok, petani tembakau, dan kesehatan masyarakat. Padahal, sejumlah pihak yang prokesehatan masyarakat, menyatakan bahwa isi RUU Pertembakauan lebih berat pada aspek produksi rokok dibandingkan hal lain.
 
Munculnya RUU Pertembakauan juga menimbulkan tanya. Mengapa tembakau yang bukan merupakan komoditas strategis nasional justru dibuatkan undang-undangnya tersendiri? Mengapa tidak ada RUU Perberasan, RUU Kedelai, atau RUU Jagung, misalnya? RUU Pertembakauan dinilai tidak darurat terlebih isinya sudah diatur dalam 14 undang-undang berbeda.
 
Dalam tiga hari ke depan Harian KOMPAS akan menurunkan tulisan seputar rokok, dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi, serta kaitannya dengan RUU Pertembakauan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com