Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Penyiaran Beraroma Orde Baru

Kompas.com - 01/02/2017, 17:42 WIB

Oleh: Sabam Leo Batubara

DPR RI sedang melakukan langkah mundur. Pemilu 1999 dan 2004 masih menghasilkan sejumlah anggota Komisi I DPR yang mendukung konsep demokratisasi penyiaran. Hasilnya, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran disetujui. Kini DPR membuat RUU Penyiaran, draf 7 Desember 2016 yang arahnya hampir sama seperti isi pokok UU Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran.

Fakta-fakta menunjukkan kebijakan penerangan negara sepertinya berdaur ulang, diawali dengan euforia kedaulatan rakyat kemudian diakhiri dengan kedaulatan penguasa. Bulan madu kebijakan penerangan diawali oleh menteri penerangan pertama RI, Amir Syarifuddin. Dia menggariskan, kebijakan penerangan harus bersendikan kedaulatan rakyat, tidak boleh hanya bersendikan pikiran beberapa orang yang berkuasa.

Menteri penerangan pertama RI pada era reformasi, Letjen Mohammad Yunus Yosfiah—oleh sebagian orang dia disebut-sebut sebagai Thomas Jefferson Indonesia—berpendapat, ”Jika saya disuruh memilih pemerintah tanpa pers merdeka atau pers merdeka tanpa pemerintah, saya pilih pers merdeka.”

Berkat kebijakannya sebagai Menteri Penerangan RI, UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang isi pokoknya memerdekakan pers, disetujui DPR pada 13 September 1999. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggariskan bahwak ebijakan, penerangan, komunikasi, dan informasi adalah urusan masyarakat. Kemudian Gus Dur melikuidasi departemen penerangan karena lembaga itu dinilai hanya mengekang kebebasan publik untuk berekspresi.

Euforia kemerdekaan pers pasca-proklamasi kemerdekaan berakhir dengan munculnya era pengekangan. Pada era rezim Orde Lama dan Orde Baru berlaku kebijakan: pemerintahlah penentu kebijakan penerangan. RRI dan TVRI diposisikansebagai terompet pemerintah. Sanksi terhadap pelanggar ketentuan penerangan mengandung pasal karet. UU Pokok Pers melarang pembredelan pers, tetapi peraturan menteri membolehkan pembredelan. Pembuatan ketentuan penerangan, komunikasi, dan informasi dimonopoli pemerintah. DPR hanya mengamini.

Setelah era Menteri Penerangan Mohammad Yunus dan Presiden Gus Dur berakhir, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika terindikasi menginginkan agar pemerintah kembali menjadi penentu kebijakan penyiaran.

Menindaklanjuti Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR dengan Kominfo pada 5 Desember 2005 dan 30 Januari 2006, Wakil Ketua DPR H Soetardjo Soerjogoeritno (waktu itu) dalam suratnya kepada Menkominfo Sofyan Djalil (20/2/2006) menyatakan menolak Peraturan Pemerintah No 49, 50, 51, dan 52 Tahun 2005 karena mengandung pasal-pasal yang bertentangan dengan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Menkominfo jalan terus dan tidak mengindahkan penolakan DPR itu.

Kembali ke penguasa

Anggota DPR eksis di Senayan karena tegaknya kedaulatan rakyat. Adalah wajar jika DPR bersikap bahwa penyelenggaraan penyiaran bersendikan kedaulatan rakyat. Akan tetapi, kini, ironisnya lewat draf RUU Penyiaran, DPR bernafsu menyerahkan kedaulatan penyiaran kembali kepada Kominfo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com