Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Penyiaran Beraroma Orde Baru

Kompas.com - 01/02/2017, 17:42 WIB

Berdasarkan draf DPR tersebut, pertama, Kominfo kembali menjadi penentu kebijakan, pengatur, pengawas, dan pengendali penyiaran. Sesuai dengan Pasal 9 dan 156, pemerintah berwenang menentukan arah kebijakan sistem penyiaran nasional; menetapkan pemetaan penggunaan frekuensi penyiaran di setiap wilayah siar secara berkala; memberikan dan mengawasi izin penyelenggaraan penyiaran (IPP); memberikan perpanjangan IPP; menetapkan biaya hak penggunaan frekuensi; dan memberikan sanksi terkait penggunaan IPP.

Pasal 156 menyebut, ”Sembilan peraturan pelaksanaan memedomani UU No 32/2002 tentang Penyiaran tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU ini.”

Kedua, pemerintah diberi hak mengoperasikan lembaga penyiaran khusus. Pasal 10 UU No 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran menyatakan TVRI dan RRI bernaung di departemen penerangan.

Kedua media diposisikan sebagai terompet pemerintah. Berdasarkan Pasal 103-104 draf DPR, instansi pemerintah dan partai politik diberi hak menyelenggarakan lembaga penyiaran khusus. Terbuka peluang misalnya Kominfo mengoperasikan lembaga penyiaran khusus yang bertugas menjadi terompet pemerintah.

Persoalan potensialnya, media siaran seperti itu berpotensi membodohi dan menyesatkan publik. Pada era Orde Baru, TVRI dan RRI menyiarkan berita hanya bersumber dari pemerintah. Tentang Timor Timur (kini Timor-Leste), misalnya, TVRI selalu menyiarkan bahwa keadaan aman dan terkendali. Ketika Presiden Habibie mengizinkan referendum, 30 Agustus 1999, TVRI dan RRI masih menyiarkan mayoritas rakyat Timtim memilih NKRI. Terjadi pembodohan dan penyesatan. Ternyata 79 persen rakyat Timtim memilih merdeka. Ribuan prajurit yang gugur dan luka-luka menjadi tumbal.

Dengan beroperasinya lembaga penyiaran khusus tersebut, RTRI (RRI dan TVRI) akan semakin merana. Sekarang saja TVRI sudah semakin kerdil. Kenapa? Salah satu penyebabnya APBN yang diterima TVRI hanya sekitar 25 persen dari kebutuhan. Mengantisipasi akan beroperasinya lembaga penyiaran khusus pemerintah itu, TVRI (RTRI) harus siap-siap bahwa dana yang jumlahnya terbatas akan diprioritaskan untuk memberdayakan lembaga penyiaran khusus terompet pemerintah tersebut.

Ketiga, ketentuan pelanggaran regulasi penyiaran dan sanksinya berpotensi menyesatkan. Ketentuan yang dimuat di draf DPR masih kurang lebih seperti ketentuan Pasal 35 UU Penyiaran sekarang: ”Sanksi untuk pelanggaran oleh lembaga penyiaran terdiri dari teguran tertulis, denda, dan pembredelan atau pelanggaran penyiaran.”

Fakta menunjukkan ketentuan tersebut dalam pelaksanaannya tidak sesuai standar demokratisasi penyiaran. Sekadar contoh, KPI menyurati Menkominfo Tifatul Sembiring (27/6/2014) tentang performa TV One dan Metro TV. Karena dua media itu dinilai melanggar netralitas isi program siaran jurnalistik beberapa kali dan ketentuan iklan beberapa kali, KPI merekomendasikan agar penilaian KPI tersebut dapat digunakan sebagai bagian dari evaluasi terhadap kelayakan perpanjangan IPP.

Di negara-negara demokrasi yang menjunjung demokratisasi penyiaran dikenal paling tidak tiga jenis pelanggaran dan sanksi. Pelanggaran berkategori fatal—di Indonesia, misalnya menentang Pancasila atau mendukung teroris—dapat berakibat pembredelan. Pelanggaran berat atau setengah berat diberi sanksi denda proporsional. Pelanggaran ringan diberi sanksi peringatan yang wajib disiarkan oleh media terkait.

Berdasarkan standar ini, pelanggaran kedua media cukup diselesaikan dalam perkara perdata dengan denda proporsional. Membredel media karena pelanggaran dalam pekerjaan jurnalistik adalah cara Orde Baru.

Keempat, cacat prosedural. Dalam pidato pelantikannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan akan berkomitmen melaksanakan clean and good governance. Dalam Nawacita, Presiden Jokowi juga menyatakan berkomitmen melaksanakan pemerintahan yang bersih dan baik. Namun, di bawah pemerintahan mereka, pemerintah dan DPR dalam pembuatan UU sering cacat prosedural.

Berdasarkan konsep clean and good governance, prosedur pembuatan UU semestinya melibatkan partisipasi publik. Menteri Penerangan Yunus di awal reformasi memberi contoh. Departemen Penerangan membuat RUU Media Massa tentang Pers, Penyiaran, dan Film sampai lebih dari draf ke-10. Staf menteri selalu mengirim draf terbaru ke komunitas media massa. Dalam diskusi dan seminar yang digelar organisasi pers, Menteri Penerangan Yunus sering hadir. Lewat pendekatan dari bawah (bottom up), Yunus menjaring partisipasi publik. Hasilnya, terbit UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi kemerdekaan pers.

Kemudian dalam pembuatan UU, pemerintah dan DPR melakukan perubahan menjadi pendekatan dari atas (top down) ala model Orde Baru. Hasilnya, UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu berisi pasal yang dapat membredel pers. UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berisi pasal yang dapat memenjarakan wartawan sampai enam tahun apabila informasi elektroniknya memuat penghinaan. UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres dapat membredel pers jika memberitakan kampanye pilpres di minggu tenang.

Semua UU itu dibuat tanpa mendengar pendapat komunitas pers dan penggiat demokrasi. Kenapa? Karena pembuat UU sudah terlebih dahulu mempunyai tujuan yang harus diamankan, yakni untuk mengekang kebebasan pers dan kebebasan berekspresi publik. Untuk itu, partisipasi publik tidak diperlukan.

Demikian juga dalam pembuatan UU Penyiaran baru. Pembuat UU secara sengaja menempuh prosedur Orde Baru: tujuan menghalalkan cara. Tujuan DPR dan pemerintah penyelenggara penyiaran harus bersendikan kedaulatan penguasa. Maka, partisipasi publik tidak diperlukan.

Sabam Leo Batubara
Koordinator Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI)
Perancang Awal RUU Penyiaran 1999-2002


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "UU Penyiaran Beraroma Orde Baru".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com