Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

FGD MPR RI: Perlu Penataan Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen

Kompas.com - 25/11/2016, 16:35 WIB
advertorial

Penulis

Dalam acara Focus Group Discussion (FGD) pada Kamis (24/11/2016) kemarin, mencuat pemikiran bahwa diperlukannya penataan kembali lembaga-lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman. Acara ini yang digelar Lembaga Pengkajian MPR RI di Hotel Java Paragon, Surabaya.

Pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945, lembaga-lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman ini diatur dalam Bab IX, Pasal 24, 24A, 24B dan 24C. Penataan kembali yang dimaksud dalam FGD ini dengan dilakukan “penyempurnaan” pengaturan dalam UUD NRI Tahun 1945, bukan dengan kembali ke UUD yang lama.

Dibuka langsung oleh Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI Rully Chairul Azwar, FGD ini bekerja sama dengan Universitas Dr Soetomo dan dihadiri belasan perguruan tinggi di Jawa Timur, seperti dari Malang, Jember, Bangkalan, Gresik dan Madiun.

Dan pada sesi diskusi menghadirkan narasumber mantan hakim MK, Haryono, pakar hukum Himawan Estu Bagyo dan Abdul Wahid

Dalam sambutannya, Rektor Universitas Dr Soetomo, Bachrul Amiq, menegaskan meski paska amandemen kekuasaan kehakiman sudah dikelola dalam satu atap di Mahkamah Agung (MA), namun masih terjadi banyak persoalan yang membuat lembaga-lembaga penegak keadilan masih memperoleh penilaian negatif dari masyarakat.

Contohnya pada kekuasaan kehakiman yang belum bebas dari persoalan korupsi. “Padahal ini tidak boleh terjadi karena di lembaga-lembaga ini orang mencari keadilan,” katanya.

Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul Azwar juga menyatakan, soal kekuasaan kehakiman dalam UUD NRI Tahun 1945 menjadi salah satu topik bahasan. Lembaga Pengkajian menangkap aspirasi masyarakat bahwa lembaga-lembaga penyelenggara kekuasaan kehakiman, seperti MA dan Mahkamah Konstitusi (MK), belum menjalankan fungsinya sesuai dengan ideal yang diharapkan dalam UUD NRI Tahun 1945.

Demikian juga dengan Komisi Yudisial yang bertugas menjaga integritas lembaga-lembaga kehakiman belum mampu menjalankan kewenangannya secara maksimal.

Tidak setuju jika MK dibubarkan

Selain ketidaksetujuan pada ide kembali ke UUD 1945 sebelum perubahan, rata-rata pembicara juga tidak setuju jika MK dibubarkan. Menurut Haryono, kalaupun MK akan dire-evaluasi, hal itu hanya terkait dengan soal kewenangannya saja.

“Yang tidak boleh hilang dari MK adalah kewenangan judicial review dan penanganan sengketa antar lembaga tinggi negara. Soal impeachment, itu biar urusan MA karena menyangkut pelanggaran pidana,” tegas Haryono.

Kewenangan MK membubarkan partai politik dan menyelesaikan sengketa pemilu juga diusulkan hilang.

Terkait judicial review diusulkan agar MK selaku “penjaga konstitusi” menangani semua jenjang aturan hukum yang dinilai bertentangan dengan konstitusi, tidak saja UU namun peraturan yang ada di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan sebagainya.

Hal itu dinilai akan membuat MA lebih fokus menangani perkara-perkara kasasi dari peradilan yang ada di bawahnya.

Usul berbeda datang dari Abdul Wahid yang berpendapat bahwa aturan soal MK yang ada di UUD NRI Tahun 1945 sekarang tidak perlu dirombak, namun justru harus diperkuat. Contohnya dalam kasus impeachment, MK terkesan hanya menjadi lembaga fatwa saja karena keputusan terakhir tetap ada di MPR.

“Ini kan terkesan tidak konsisten. Kita kan ingin pemakzulan itu didasari alasan hukum, tetapi karena kata putus tetap ada di MPR, maka jadinya lebih kuat aspek politisnya,” jelas Wahid.

Kewenangan KY perlu diperkuat

Mengenai Komisi Yudisial (KY), hampir seluruh narasumber dan pembahas menyatakan KY belum cukup kuat kewenangannya sehingga perlu diperkuat lagi. Misalnya, konstitusi harus secara tegas mengatur agar kewenangan pengawasan KY meliputi juga hakim konstitusi, tidak semata hakim agung.

Selain itu, diusulkan agar KY juga memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan hakim agung dan hakim konstitusi. Jika kondisi KY seperti saat ini, maka eksistensi lembaga itu dinilai mubazir dan diusulkan dibubarkan saja. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com