Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politikus Lebih ”Lucu” dari Mukidi

Kompas.com - 05/09/2016, 06:10 WIB

Oleh: M SUBHAN SD

Di panggung politik, akal sehat mudah dilumpuhkan. Pikiran yang irasional gampang disulap menjadi rasional.

Cara-cara yang abu-abu atau hitam sekalipun bisa berubah menjadi putih. Syahwat kuasa yang rakus, serakah, hipokrit, bebal rasanya menjadi watak yang tak perlu disembunyikan lagi.

Sebaliknya, watak-watak baik di panggung politik barangkali semakin dalam tertimbun di bawah lumpur.

Kalaupun tersisa, lebih tampak bombastis dalam bentuk slogan, visi-misi, kampanye, dan janji-janji. Tidak sedikit kebenaran datang dari falsifikasi yang terus-menerus.

Akibatnya, tidak sedikit pula produk politik yang mengagetkan. Keputusan politik terbaru adalah diperbolehkannya terpidana yang menjalani hukuman percobaan sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum untuk ikut pemilihan kepala daerah (pilkada).

Begitulah keputusan yang diambil di DPR saat para politikus di Komisi II melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri, Jumat (26/8) lalu.

Politikus beralasan bahwa terpidana hukuman percobaan belumlah inkracht. Putusan itu baru inkracht setelah hukuman percobaan dilalui.

Dan, hukuman jenis itu biasanya juga tindak pidana ringan yang tidak disertai penahanan. Jadi, kata politikus DPR, seharusnya itu tidak menghilangkan hak politik seseorang untuk dipilih dalam pilkada.

Sayangnya, mereka cuma melihat dari sisi hak seseorang. Padahal, porsi terbesar menjadi pemimpin (kepala daerah) adalah berurusan dengan publik, yang juga punya hak mendapatkan pemimpin yang tidak cacat moral atau tidak terlibat perbuatan kriminal (apa pun bentuk hukumannya).

Terpidana hukuman percobaan—walau belum dilewati—tidak menghilangkan status orang hukuman.

Jadi, seberapa ringan pun kesalahannya (hukumannya) tetaplah tergolong ”manusia bermasalah dengan hukum”.

Rasanya aneh kalau pemimpin, yang kata Napoleon Bonaparte (1769-1821) adalah pembawa harapan, justru belum selesai dengan dirinya sendiri.

Pemimpin adalah sosok yang punya kapasitas, kredibilitas, integritas, moralitas di atas rata-rata.

Di mana pun di dunia ini, pemimpin yang baik, bersih, berintegritaslah yang dicari. Bukan malah yang masuk kategori terpidana.

Jadi, kelihatan sekali betapa kepentingan dan ego politikus dan parpol begitu dominan. Kalau mereka berpikir kepentingan rakyat, mustahil pikiran aneh itu sampai menjadi keputusan politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com