JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Agama akan menggelar sidang isbat untuk menentukan 1 Syawal 1437 Hijriah pada Senin (4/7/2016) sore.
Namun, di sisi lain, Pengurus Pusat Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal jatuh pada 6 Juli 2016.
Menurut Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, jatuhnya waktu Lebaran atau Idul Fitri yang telah ditetapkan Muhammadiyah bukanlah persoalan sama atau tidak dengan pemerintah.
"Tapi, ini menyangkut keyakinan kami tentang penghitungan kalender itu," kata Mu’ti saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Dalam menentukan 1 Syawal, Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal.
Metode tersebut merupakan metode yang sama digunakan para ulama dalam menentukan kalender hijriah dan jadwal ibadah shalat selama ini.
"Perhitungan hisab itu dengan melihat peredaran bumi, peredaran bintang, peredaran bulan, kemudian posisi garis lintang, garis bujur, dan juga posisi matahari. Itu yang dilakukan," ucap Mu'ti.
"Dengan wujudul hilal itu, maka berapa pun posisi hilal itu sudah dihitung sebagai bulan baru. Berdasarkan itu maka Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1437 H bertepatan dengan 6 Juli 2016," tuturnya.
Sementara itu, pemerintah menggunakan dua metode dalam menentukan 1 Syawal, yaitu dengan metode hilal dan metode rukyat.
Hal itu sebagaimana diatur di dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, fatwa itu juga mengatur kewajiban Kemenag untuk berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam, dan instansi terkait sebelum menentukan ketiganya.
"Selama ini, Pemerintah Indonesia mengkuti fatwa MUI yang lahir tahun 2004," kata Lukman dalam keterangan tertulis.
"Di situ dinyatakan bahwa pemerintah mendapatkan kewenangan untuk menetapkan dengan dua metode, yaitu hisab dan rukyat. Dua-duanya digunakan," ujarnya.
(Baca juga: Tentukan Lebaran, Kementerian Agama Gelar Sidang Isbat Hari Ini)
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.