JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso menuturkan, pembentukan Badan Intelijen Pertahanan Kementerian Pertahanan sebetulnya tidak menyalahi aturan perundang-undangan.
Namun, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, kata Sutiyoso, disebutkan bahwa penyelenggara intelijen pertahanan adalah TNI, dalam hal ini Badan Intelijen Strategis (BAIS).
Sutiyono menilai aturan dalam UU Intelijen Negara multitafsir. Sebab, dimungkinkan pula bagi kementerian untuk membentuk tim intelijen.
"Diperlukan atau tidak kan tergantung kementerian masing-masing. Tapi harus ada acuan undang-undang berikutnya atau merevisi undang-undang yang ada," kata Sutiyoso di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2016).
Ia menjelaskan, BIN merupakan koordinator semua intelijen yang ada di Indonesia, baik di kepolisian, TNI, kejaksaan, maupun kementerian dan nonkementerian.
Di tingkat pusat, lanjut dia, terdapat Komite Intelejen Pusat (Kominpus) yang dipimpin langsung Kepala BIN. Sementara di tingkat daerah terdapat Komite Intelijen Daerah (Kominda) yang dipimpin Kepala BIN daerah.
Dalam UU disebutkan sedikitnya Kominpus melakukan rapat koordinasi sebulan sekali dan dapat dilakukan kapan saja jika dengan alasan mendesak. Dalam rapat tersebut, semua lembaga intelijen terwakili.
Dalam pasal lainnya, kata dia, disebutkan pula bahwa para peserta rapat wajib melaporkan ke pimpinan lembaga masing-masing.
"Mungkin dalam konteks ini merasa Kemenhan belum dapat informasi itu," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Meski mengaku belum pernah diajak oleh pihak Kementerian Pertahanan terkait rencana pembentukan badan tersebut, namun Sutiyoso mempersilakan jika Kemenhan tetap mau membentuk badan tersebut.
"Kalau diperlukan bentuk saja. Tapi kalau memang kebutuhannya sebenarnya sudah terakomodasi hanya kurang koordinasi, kita tingkatkan koordinasi itu," ujar Sutiyoso.
"Karena konsekuensi organisasi baru itu DSM, biaya, dan sebagainya," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya TNI Widodo mengatakan bahwa wacana untuk membentuk badan intelijen pertahanan berawal dari kebutuhan Kementerian Pertahanan dalam membuat kebijakan.
Dalam membuat setiap kebijakan, kata Widodo, Kemenhan sangat membutuhkan data yang komprehensif.
Input data yang dibutuhkan oleh Kemenham tidak selalu soal kekuatan pertahanan dalam negeri dan negara lain, tetapi juga data mengenai semua sumber daya yang mendukung pertahanan.
Data-data tersebut antara lain menyangkut dalam bidang pangan, energi, industri maritim, dirgantara dan sumber daya manusia di daerah.
"Ini tak melulu soal kekuatan pertahanan kita atau negara sahabat, namun semua resources yang mendukung pertahanan. Itu didata untuk menyiapkann komponen pendukung dan cadangan kalau suatu saat negara ini dalam kondisi darurat," kata Widodo.