Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pembentukan Badan Intelijen Pertahanan Bentuk Lemahnya Koordinasi Antar Lembaga

Kompas.com - 11/06/2016, 08:59 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Setara Institute Hendardi angkat bicara terkait rencana Menteri Pertahanam Ryamizard Ryacudu membentuk badan intelijen pertahanan di bawah Kementerian Pertahanan RI.

Hendardi menilai rencana tersebut justru menunjukkan fungsi koordinasi antar lembaga negara di sektor pertahanan tidak berjalan dengan baik.

Menurut dia, alasan Kemhan atas kebutuhan informasi yang komprehensif seharusnya bisa dipenuhi dengan mendayagunakan satuan intelijen yang ada di bawah TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai pusat informasi intelijen negara.

"Jadi saya melihat ini soal keengganan berkoordinasi saja. Masing-masing ingin menunjukkan keunggulan institusinya bukan koordinasi untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Hendardi melalui keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Jumat (10/6/2016).

(Baca: Ingin Buat Badan Intelijen Pertahanan, Apa Alasan Kemhan?)

Hendardi pun berpendapat bahwa Menhan bekerja tanpa berdasarkan perencanaan dan mandat reformasi pertahanan militer, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pertahanan dan juga Undang-Undang TNI.

Banyak agenda strategis bidang pertahanan yang justru diabaikan seperti penataan bisnis militer, penataan SDM militer, reformasi peradilan militer dan transformasi paradigmatik dalam menghadapi tantangan pertahanan mutakhir yang umumnya tidak dalam bentuk serangan fisik.

Menhan, kata Hendardi, telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan kontroversial, termasuk mengemukakan pernyataan adanya potensi-potensi ancaman negara secara berlebihan.

(Baca: Ryamizard: Aneh Bin Ajaib, Puluhan Tahun Kemenhan Tak Punya Intelijen)

"Kebijakan kontroversial ini antara lain membentuk kader bela negara dengan paradigma dan pendekatan militer, isu kebangkitan PKI, hingga membentuk kantor-kantor wilayah pertahanan di setiap provinsi," kata Hendardi.

Wacana pembentukan intelijen pertahanan muncul ketika Menteri Pertahanan Republik Indonesia Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa Kementerian Pertahanan harus memiliki lembaga intelijen sendiri untuk menggali informasi terkait  pertahanan dan keamanan negara.

Sampai saat ini, kata Ryamizard, Kementerian Pertahanan tidak menerima info dari intelijen pertahanan.

"Di mana mata dan telinga Kementerian Pertahanan kalau tidak punya intelijen sendiri. Ini penting supaya kami tahu situasi yang terjadi. Seperti perpanjangan tangan dari Kemhan" ujar Ryamizard saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Senin (6/6/2016).

(Baca: Badan Intelijen Pertahanan Dikritik, Kemhan Dianggap Lampaui Wewenang)

Dia mengatakan, keberadaan Intelijen pertahanan menjadi sangat penting melihat saat ini ancaman dari luar terhadap negara semakin besar.

Menurut Ryamizard, Kemhan tidak lagi memiliki badan intelijen pertahanan setelah TNI dipisahkan dengan Kementerian Pertahanan pascareformasi. Sementara itu, Kemhan yang memiliki kebijakan terhadap TNI justru tidak memiliki lembaga intelijen pertahanan sendiri.

"Lucu kalau Kemhan yang punya kebijakan terhadap TNI bagaimana TNI harus bergerak, tapi tidak punya intelijen sendiri. Kami harus punya, dengan demikian kami tahu situasi yang akan terjadi dan pelaksanaan diserahkan pada TNI," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com